Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud
Jurist Tan, Eks Stafsus Nadiem Makarim Dikabarkan Ada di Australia, Kejagung Akan Segera Melacak
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan, semua informasi mengenai tersangka akan ditampung dan akan segera dilacak.
TRIBUNNEWS.COM - Salah satu tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek, eks Staf khusus (stafsus) Nadiem Makarim, Jurist Tan, dikabarkan tengah berada di Australia.
Informasi tersebut sebelumnya disampaikan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
Merespons hal itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan, semua informasi mengenai tersangka akan ditampung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna menyatakan, pihaknya akan segera mendalami informasi terkait lokasi keberadaan Jurist Tan tersebut.
“Semua informasi nanti kami tampung. Nanti kami deteksi keberadaannya, benar atau tidaknya, untuk memastikan,” kata Anang dalam keterangannya, Rabu (16/7/2025), dikutip dari Kompas TV.
Saat ini, kata Anang, Kejagung masih terus melacak keberadaan Jurist Tan yang telah ditetapkan sebagai tersangka tersebut.
Dia mengatakan, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan negara-negara yang dideteksi menjadi lokasi keberadaan Jurist Tan.
“Nanti kami berkoordinasi dengan negara-negara tetangga atau negara yang dianggap terdeteksi ada keberadaan yang bersangkutan,” jelasnya.
Sebelumnya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, Jurist Tan tinggal di Australia dalam waktu dua bulan terakhir.
Informasi tersebut diperoleh dari hasil penelusuran yang dilakukan pihaknya.
"Jurist Tan diduga pernah terlihat di Kota Sydney, Australia, dan terdapat jejak di sekitar kota pedalaman Alice Spring," ucap Boyamin, Rabu.
Baca juga: Profil 4 Tersangka Kasus Korupsi Laptop Chromebook, Eks Stafsus Nadiem Makarim, Jurist Tan Cs
Jurist Tan Masuk Daftar Buron
Terkait dengan pencarian Jurist Tan ini, Kejagung akan segera memasukkan eks stafsus Nadiem Makarim tersebut ke dalam daftar pencarian orang (DPO) alias buronan.
Anang mengatakan, Jurist Tan akan segera dimasukkan ke dalam DPO dan diikuti dengan penerbitan red notice terhadapnya.
"Kita tidak lagi melakukan pemanggilan dan mungkin nantinya penyidik rencana akan menetapkan DPO dan nanti akan ditindaklanjuti dengan Red Notice. (Penetapan DPO) rencana dalam waktu dekat segera" ujarnya, saat ditemui di depan Gedung Penkum Kejagung, Jakarta, Rabu.
Adapun, mengutip dari situs resmi Interpol, Red Notice adalah permintaan kepada penegak hukum di seluruh dunia untuk mencari dan menangkap sementara seseorang yang menunggu ekstradisi, penyerahan, atau tindakan hukum serupa.
Sebagai catatan, Red Notice adalah peringatan internasional untuk orang yang dicari, bukan surat perintah penangkapan.
Sebelumnya, Jurist Tan diketahui sudah tiga kali mangkir karena tidak memenuhi panggilan penyidik pada 3, 11, dan 17 Juni 2025 lalu.
Anang menjelaskan, Jurist Tan juga sudah meminta penjadwalan ulang, tetapi eks Stafsus Nadiem itu tetap tidak hadir dalam pemanggilan penyidik.
Dalam kasus ini, peran Jurist Tan awalnya ditugaskan bertemu dengan Yeti Khim dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), untuk membahas teknis rencana pengadaan laptop berbasis Chrome OS.
Setelah pertemuan tersebut, Jurist Tan menginisiasi komunikasi lanjutan dengan Yeti dan Ibrahim Arief untuk menyusun kontrak kerja untuk menetapkan Ibrahim Arief sebagai tenaga profesional di PSPK.
Tak lama kemudian, Ibrahim resmi menjabat sebagai Konsultan Teknologi di program Warung Teknologi yang dijalankan Kemendikbudristek.
Pada awal 2020, Jurist Tan juga sempat menjalin komunikasi lanjutan dengan pihak Google dalam menindaklanjuti pembicaraan awal yang sebelumnya telah dilakukan oleh Nadiem Makarim.
Setelah pertemuan awal dilakukan oleh Nadiem Makarim dengan Google, pembahasan teknis selanjutnya diserahkan kepada Jurist Tan, kemudian tercapailah kesepahaman mengenai skema co-investment dan Google berkomitmen untuk mendukung Kemendikbudristek dengan kontribusi sebesar 30 persen.
Sebagai Staf Khusus Menteri, Jurist juga tercatat beberapa kali memimpin rapat bersama para pejabat tinggi di lingkungan Kemendikbudristek.
Peran aktif Jurist Tan dalam berbagai pengambilan keputusan dinilai telah melampaui batas kewenangan mereka sebagai staf khusus menteri.
“Jurist Tan selaku Staf Khusus Menteri bersama Fiona Handayani memimpin rapat-rapat melalui Zoom meeting, meminta kepada Sri Wahyuningsih selaku Direktur SD, kemudian Mulyatsyah selaku Direktur SMP, dan Ibrahim Arief yang hadir pada saat rapat meeting agar mengadakan TIK di Kemendikbudristek dengan menggunakan Chrome OS,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Dirdik Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar saat konferensi pers, Selasa (15/7/2025) malam.
Ada 4 Tersangka
Dalam perkara ini, Kejagung telah menetapkan empat tersangka tersangka, sebagai berikut:
- Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih (SW)
- Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Mulyatsyah (MUL)
- Staf khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan era Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT/JS)
- Konsultan Perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (IBAM).
Diketahui, selain Jurist Tan, semua tersangka kini sudah ditahan.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar mengatakan dua tersangka, yakni SW dan MUL, ditahan di rutan.
Sementara IBAM menjadi tahanan kota karena memiliki sakit jantung dan JS masih berada di luar negeri.
Qohar mengatakan, penetapan tersangka keempat orang itu setelah ditemukannya alat bukti yang cukup dalam proses penyidikan yang sudah berlangsung selama dua bulan.
"Terhadap keempat orang tersebut berdasarkan alat bukti yang cukup maka pada malam ini penyidik menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," kata Qohar.
Keempat tersangka disebutkan telah bersekongkol dan melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2020-2022.
Diketahui bahwa pengadaan bernilai Rp9,3 triliun ini dilakukan untuk membeli laptop hingga 1,2 juta unit.
Namun, laptop ini justru tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh para pelajar karena untuk menggunakan laptop berbasis Chromebook ini perlu jaringan internet.
Sedangkan sinyal internet di Indonesia belum merata hingga ke pelosok dan daerah 3T.
Perbuatan para tersangka itu juga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp1,98 triliun.
Kejagung kemudian menjerat para tersangka dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
(Tribunnews.com/Rifqah/Fahmi) (Kompas TV/Isnaya)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.