RUU KUHAP
Pakar Hukum: RKUHAP Harus Lindungi Warga, Bukan Cuma Kepentingan Aparat
RKUHAP harus menjamin perlindungan hukum bagi semua pihak, terutama warga negara yang berhadapan dengan proses pidana.
Lebih dari 90% responden bahkan menyebut KUHAP saat ini tidak cukup melindungi hak tersangka maupun korban.
Temuan ini mempertegas bahwa pembaruan hukum acara adalah kebutuhan sistemik yang sudah dirasakan luas, bukan sekadar wacana di ruang akademik.
Sementara itu, Ketua ASPERHUPIKI, Dr. Fachrizal Afandi menilai pembaruan KUHP telah mengadopsi semangat keadilan restoratif, perlindungan korban, dan pengakuan terhadap kelompok rentan.
Namun Draf RKUHAP, menurutnya, justru masih mempertahankan pendekatan lama yang terlalu menitikberatkan pada dominasi aparat penyidik, minim pengawasan yudisial, dan belum membuka ruang bagi jaksa sebagai dominus litis.
Fachrizal menyampaikan bahwa jika RKUHAP tetap disahkan dalam bentuk saat ini, maka berbagai norma progresif dalam KUHP seperti pidana kerja sosial, pidana pengawasan, hingga pengakuan atas pidana korporasi akan kehilangan makna.
“Karena tidak didukung dengan prosedur hukum acara yang kompatibel. KUHP dan KUHAP adalah dua sisi dari satu sistem yang tidak bisa dibangun secara terpisah dan bertentangan,” ujarnya.
Pernyataan Fachrizal mengamini argument Dekan Fakultas Hukum UNAIR Iman Prihandono, yang menegaskan bahwa sistem hukum pidana yang baik hanya dapat berjalan apabila substansi hukum (KUHP) dan prosedur hukum (KUHAP) saling bersinergi.
Menurutnya, hukum acara pidana bukan semata-mata dokumen teknis, tetapi merupakan jaminan keadilan dan perlindungan hak asasi manusia bagi setiap warga negara.
Sependapat, pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Harkristuti Harkrisnowo mencontohkan bagaimana KUHP baru berhasil mereformulasi beberapa delik seperti penghinaan presiden, perzinahan, hingga memperluas pengertian perkosaan secara gender netral.
Namun, ia mengingatkan bahwa semua kemajuan normatif tersebut tidak akan berdampak bila tidak disertai dengan instrumen prosedural yang mendukung di dalam RKUHAP.
Kendati pernah menjadi anggota tim ahli pemerintah dalam penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), Harkristuti secara terbuka menyatakan tidak bertanggung jawab atas draf RKUHAP yang saat ini dibahas DPR.
Harkristuti mengaku ragu masukan tim ahli pernah benar-benar dipertimbangkan dalam penyusunan akhir.
Proses legislasi RKUHAP dipandang akademisi cenderung tertutup, tidak partisipatif, dan menjauh dari pendekatan akademik yang seharusnya menjadi dasar perumusan undang-undang sebesar KUHAP.
Sementara akademisi UNAIR, Nur Basuki Minarno menyoroti kegagalan sistem pembuktian dalam KUHAP yang masih menganut sistem inkuisitorial, tanpa perlindungan hak-hak terdakwa secara memadai.
Dirinya mengusulkan agar pembuktian dalam RKUHAP mendatang menjamin due process of law.
“Mendorong pembalikan beban pembuktian dalam kasus tertentu seperti korupsi dan TPPU, serta memberikan perlindungan terhadap penggunaan alat bukti yang diperoleh secara tidak sah,” tukasnya.
RUU KUHAP
Komisi III Jawab KPK Soal Izin Penyitaan dari Pengadilan dalam RKUHAP: Demi Negara Hukum yang Tertib |
---|
Komisi III DPR Pastikan Terbuka Jika KPK Ingin Bahas RKUHAP |
---|
Dasco Minta Komisi III DPR Segera Bahas RUU KUHAP dengan KPK |
---|
KPK Sampaikan 17 Poin Kritis RKUHAP, Komisi III DPR Bantah Upaya Lemahkan KPK |
---|
Abraham Samad Sebut RUU KUHAP Akan Mempersulit KPK Berantas Korupsi |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.