Selasa, 30 September 2025

Mayoritas Jemaah Haji yang Wafat karena Penyakit Pernapasan, Ketahui Langkah Pencegahannya 

Tercatat ada dalam pelaksanaan haji 2025, ada 447 orang meninggal di Arab Saudi. Ini jadi perhatian serius Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Tribunnews.com/Dewi Agustin
TAWAF - Jemaah haji tengah melaksanakan tawaf mengelilingi Kabah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Selasa (10/6/2025). Sebelum meninggalkan Kota Makkah, jemaah haji wajib hukumnya untuk melaksanakan Thawaf Wada' dan diimbau tidak dilakukan secara buru-buru. . 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ibadah haji merupakan momen spiritual yang sangat dinantikan oleh umat Islam.

Namun, di balik pelaksanaan ibadah ini, tercatat ada dalam pelaksanaan haji 2025, ada 447 orang meninggal di Arab Saudi.

Jumlah ini menjadi sorotan, terutama karena banyak di antaranya merupakan jemaah lanjut usia (lansia).

Baca juga: Jemaah Umrah Meningkat, Waspadai Tripledemic dan Penyakit Pernapasan

Jika dilihat dari data, hampir 500 dari jumlah tersebut meninggal di Tanah Suci. 

Hal ini tentu menjadi perhatian serius, tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga Pemerintah Arab Saudi.

Laporan dari lapangan, diketahui bahwa banyak dari jemaah Indonesia yang meninggal karena penyakit pernapasan, terutama pneumonia

Hal ini diungkapkan oleh Ketua Bidang Kesehatan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI)  dr. Endy Muhammad Astiwara, MA, AAAJI, FIIS,

"Tapi yang punya risiko cukup tinggi itu adalah Pneumonia. Angkanya cukup tinggi. Jadi preventif ini sangat perlu. Dan preventif yang paling baik atau yang probabilitinya paling tinggi untuk bisa mencegah itu adalah dengan vaksinasi,"ungkapnya dalam Diskusi media Ibadah Tanpa Gangguan: Lindungi diri dari RSV sebelum Umrah bersama di Jakarta Pusat, Rabu (16/7/2025)

Pneumonia adalah infeksi paru-paru yang bisa disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur. 

Di antara penyebab virus, salah satu yang paling menonjol saat ini adalah RSV (Respiratory Syncytial Virus). 

Virus ini sangat berbahaya bagi populasi rentan seperti lansia atau mereka yang memiliki penyakit bawaan seperti asma, PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), hingga gagal jantung.

RSV bahkan dinyatakan lebih berbahaya dibandingkan flu biasa. 

Satu dari tiga jemaah haji diketahui mengalami infeksi saluran napas atas, yang sebagian besar disebabkan oleh RSV.

Faktor Risiko Bertambah di Tanah Suci

Lebih lanjut dr Endy menjelaskan ada beberapa faktor yang memperbesar kemungkinan seseorang terkena penyakit saat beribadah haji atau umroh:

1. Kelelahan fisik: Aktivitas seperti tawaf dan sai membutuhkan stamina tinggi.

2. Kerumunan padat: Jarak antar individu sangat dekat, meningkatkan risiko penularan penyakit.

3. Perubahan suhu dan kelembaban: Perbedaan iklim ekstrem dapat melemahkan daya tahan tubuh.

4. Kondisi psikologis dan fisik: Meski hati gembira, kondisi fisik yang lemah bisa menjadi celah bagi penyakit.

5. Persiapan Kesehatan Harus Dilakukan Sejak Awal

Banyak orang yang menyamakan ibadah umroh atau haji seperti perjalanan wisata biasa. 

Padahal, perbedaan aktivitas fisik dan lingkungan membuat ibadah ini jauh lebih berat secara medis.

Berikut beberapa tips persiapan kesehatan sebelum berangkat:

1. Pemeriksaan kesehatan menyeluruh – Terutama bagi jemaah lansia atau yang memiliki penyakit bawaan.

2. Vaksinasi – Dilakukan minimal 14 hari sebelum keberangkatan untuk efektivitas maksimal. Vaksin RSV, influenza, dan pneumonia menjadi yang paling direkomendasikan.

3. Konsultasi dengan dokter – Untuk menentukan jenis vaksin dan obat-obatan yang dibutuhkan.

4. Membawa obat-obatan pribadi – Termasuk obat rutin dan suplemen penunjang daya tahan tubuh.

5. Melengkapi dokumen kesehatan – Termasuk sertifikat vaksinasi dan riwayat medis, bila diperlukan.

6. Vaksinasi: Perlindungan Jangka Panjang

Vaksinasi tidak hanya melindungi saat berada di Tanah Suci, tetapi juga memiliki manfaat jangka panjang. 

Beberapa jenis vaksin bahkan memberikan proteksi hingga 10 tahun atau seumur hidup.

Selain mengurangi risiko sakit, vaksinasi juga dapat mengurangi konsumsi antibiotik yang berlebihan, sehingga menurunkan risiko resistensi antibiotik. 

Ini penting dalam jangka panjang untuk menjaga kualitas pengobatan medis.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved