Anggota DPR Soroti BUMD Sebagai Beban Fiskal, Bukan Mesin Ekonomi Daerah
Anggota Komisi II DPR RI, Romy Soekarno, menyoroti lemahnya tata kelola BUMD yang hingga kini dinilai lebih banyak menjadi beban
Penulis:
Fersianus Waku
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI, Romy Soekarno, menyoroti lemahnya tata kelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang hingga kini dinilai lebih banyak menjadi beban fiskal daripada motor penggerak ekonomi daerah.
Hal ini disampaikan Romy dalam rapat kerja Komisi II DPR dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Rapat tersebut membahas pembinaan dan pengawasan terhadap seluruh BUMD di Indonesia.
"Saya memulai dengan pernyataan reflektif saja, apakah kita telah benar-benar menjadikan BUMD sebagai motor pembangunan ekonomi daerah atau justru menjadi beban fisikal karena terus disubsidi," kata Romy dalam rapat.
Menurutnya, permasalahan pokok BUMD sudah lama disadari banyak pihak, mulai dari tarik-menarik antara politik dan profesionalisme, lemahnya pengawasan, hingga dominasi pengangkatan direksi dan komisaris yang lebih mempertimbangkan kedekatan politik dibanding kompetensi.
Baca juga: Bukan Cuma Anggota DPRD DKI, Jejak BUMD Terendus di Skandal Beras Oplosan
Romy menyebut, sebanyak 300 BUMD juga tercatat merugi.
Hanya sekitar 42 persen yang dalam kategori sehat, sedangkan 21 persen lainnya dikategorikan tidak sehat.
"342 BUMD bahkan tanpa pengawasan internal," ujar politikus PDIP ini.
Baca juga: BUMD Pemprov Jateng Serap 30 Ribu Ton Garam Petambak Lokal untuk Suplai Kebutuhan Industri
Romy mengusulkan agar Kementerian Dalam Negeri menegaskan kembali posisi BUMD sebagai perpanjangan tangan strategis pemerintah daerah, bukan sekadar badan usaha yang terjebak dalam pola bisnis konvensional.
Dia berharap agar BUMD berfokus pada akses air bersih, energi hijau, logistik, dan berbagai sektor strategis lainnya.
"Target jangka menengah, 30 persen dari PAD berasal dari BUMN yang sehat dan efisien. BUMD yang 3 tahun berturut-turut tidak menyumbang pad harus dievaluasi, pak. Jika memang sudah sangat parah ya mau enggak mau kita harus close down," tegas Romy.
Romy juga menekankan pentingnya inovasi dan relevansi dengan perkembangan zaman dalam pengelolaan BUMD.
Menurutnya, masih banyak BUMD yang berjalan dengan pola pikir lama sehingga sulit beradaptasi dengan perubahan demografis dan tuntutan pasar.
"Karena banyak sekali yang old school yang tidak mengikuti zaman sekarang. Harus kekinian itu BUMD-nya. Karena kan gen z lebih banyak, 51 sampai 54 persen itu gen z. Jadi BUMD ini harus bisa kekinian," ungkap Romy.
Romy mengingatkan, BUMD bukan sekadar alat politik lokal. Jika dikelola secara profesional dan transparan, mereka dapat menjadi mesin kedaulatan ekonomi daerah.
"Namun, jika terus dibiarkan dalam pola lama, maka mereka hanya menjadi lubang hitam fisikal yang menghisap apbd tanpa hasil," imbuhnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.