Kasus Impor Gula
Sidang Replik Tom Lembong: JPU Jawab Tudingan Melanggar Hak Terdakwa karena Tak Sampaikan LHP BPKP
Dalam sidang ini, jaksa penuntut umum (JPU) menjawab beberapa dalil yang disampaikan dalam nota pembelaan Tom Lembong.
Penulis:
Rizkianingtyas Tiarasari
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Perdagangan RI (Mendag), Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, menjalani sidang lanjutan kasus importasi gula 2015-2016 pada Jumat (11/7/2025) hari ini.
Sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat ini beragendakan mendengarkan tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) atas pleidoi Tom Lembong.
Menurut jadwal, sejatinya sidang dimulai pukul 10.00 WIB.
Tetapi, akhirnya sidang ditunda hingga pukul 13.00 WIB dengan alasan kesiapan pihak hakim maupun pihak terdakwa.
Sidang pada Jumat siang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Deni Arsan, didampingi dua hakim anggota, yakni Purwanto S Abdullah dan Alfis Setiawan.
Jawaban atas Dalil Pelanggaran Hak Serius terhadap Terdakwa
Dalam sidang ini, jaksa penuntut umum (JPU) menjawab beberapa dalil yang disampaikan dalam nota pembelaan Tom Lembong.
Salah satunya adalah dalil yang menyebut JPU melakukan pelanggaran serius terhadap hak terdakwa.
Sebab, JPU tidak menyampaikan hasil laporan pemeriksaan Laporan Hasil Pemeriksaan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (LHP BPKP) maupun kertas kerja auditor BPKP kepada terdakwa.
Menurut JPU, dalil tersebut tidak berdasar dan merupakan pernyataan yang berlebihan.
JPU dalam tanggapannya menyebut, beban pembuktian dalam perkara tindak pidana ada pada JPU, sesuai ketentuan Pasal 183 KUHP.
Baca juga: Hotman Paris Ungkap 2 Bukti Pamungkas di Kasus Tom Lembong: Bisa Gugurkan Dakwaan Jaksa
"Karena KUHAP menganut teori pembuktian negatif atau negatief wettelijk. Hal ini sejalan dengan asas Actori incumbit onus probandi, artinya 'Siapa yang menuntut, dia yang membuktikan.' Sedangkan, dalam Pasal 66 KUHAP ditegaskan bahwa tersangka dan terdakwa tidak diberi kewajiban pembuktian," kata JPU, dikutip dari tayangan Live KompasTV.
"Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 143 Ayat 4 tuduhan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau penasehat hukum, dst dan dalam penjelasan Pasal 143 Ayat 4, surat pelimpahan perkara itu sendiri lengkap beserta surat dakwaan dan berkas perkara. Namun, Pasal 143 Ayat 4 KUHAP tidak menyebutkan beserta alat bukti LHP BPKP RI. " tambahnya.
"Bahwa dalam perkara a quo, laporan hasil audit penentuan perhitungan kerugian negara atas dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan RI 2015-2016 Nomor PE 03 tanggal 20 Januari 2025 dari BPKP RI merupakan salah satu alat bukti surat sebagaimana dimaksud Pasal 184 Ayat 1 KUHAP huruf c, yang selanjutnya bukti surat tersebut akan dijelaskan secara jelas dan lengkap oleh anggota BPKP saat agenda persidangan pemeriksaan ahli," kata JPU.
"Bahwa kedudukan alat bukti surat sebagaimana diatur Pasal 184 Ayat 1 huruf c KUHAP, berupa LHP BPKP merupakan salah satu dasar bagi penuntut umum untuk melakukan penuntutan terhadap terdakwa, sehingga penuntut umum lah yang memiliki kepentingan dan kewajiban untuk menjaga keabsahannya atas alat bukti tersebut, termasuk mencegah pihak-pihak lain yang dapat menggunakan alat bukti LHP BPKP tersebut di luar kepentingan penuntutan dan pembuktian di persidangan," lanjutnya.
"Atas dasar tersebut, penuntut umum sejak dari awal persidangan telah menyampaikan bahwa berdasarkan hukum acara yang berlaku, penuntut umum tidak memiliki kewajiban untuk menyerahkan alat bukti surat berupa LHP maupun kertas kerja auditor BPKP RI kepada terdakwa maupun penasehat hukum terdakwa," imbuh JPU.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.