Selasa, 7 Oktober 2025

Lokal Asri

Tradisi Sasi, Cara Orang Indonesia Timur Hormati Nenek Moyang sambil Jaga Keberlanjutan Alam

Tradisi Sasi, hukum adat masyarakat Maluku dan Papua demi melestarikan alam Indonesia untuk generasi berikutnya.

|
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
KEBERLANJUTAN ALAM INDONESIA - Tradisi Sasi yang dilakukan masyarakat Kampung Kapatcol, Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Mama-mama menunjukkan lobster hasil dari buka Sasi. 

TRIBUNNEWS.COM - Alam Indonesia adalah warisan leluhur yang harus dijaga di tengah zaman yang makin modern. Sebelum ada aturan negara, masyarakat Indonesia bagian timur, tepatnya orang-orang Maluku dan Papua ternyata sudah memiliki hukum untuk melestarikan alam Indonesia. 

Namanya adalah Tradisi Sasi, yaitu larangan adat untuk tidak mengambil hasil alam, seperti ikan, kerang, kayu, sagu dan lainnya, di suatu kawasan sebelum waktu yang ditentukan.

Tradisi ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menjaga kelestarian alam Indonesia agar hasilnya bisa dinikmati lintas generasi. Mengutip dari Kompas.com, Tradisi Sasi merupakan usaha untuk memelihara tata krama hidup bermasyarakat, karena terdapat juga upaya pemerataan pembagian hasil sumber daya alam selama kegiatan penangkapan atau panen dilakukan. 

Selain itu, pendapatan dari penjualan hasil tangkapan juga didiskusikan oleh kelompok masyarakat untuk membantu warga yang benar-benar memerlukan bantuan. 

Pengelolaan Alam Indonesia secara Berkelanjutan

Sampai sekarang, Tradisi Sasi masih bersifat hukum adat, belum diatur dalam undang-undang atau peraturan daerah. Namun masyarakat Maluku hingga Papua terus mematuhi dan melaksanakan tradisi ini. 

Koordinator Program Bentang Laut Kepala Burung YKAN Awaludinnoer mengungkapkan meski tidak ada aturan tertulis soal Sasi, masyarakat punya keyakinan nenek moyang bisa marah jika mereka melanggarnya. 

Baca juga: Sisi Lain Keindahan Alam Indonesia: Antara Legenda, Larangan, dan Kearifan Lokal

Awaludinnoer juga menceritakan dalam pelaksanaan tradisi Sasi, masyarakat memiliki kesepakatan tentang ukuran hasil tangkapannya. Jika kurang dari ukuran yang telah ditentukan, mereka akan mengembalikannya ke laut. 

“Kesadaran ini sangat penting karena berarti mereka paham bagaimana pengelolaan alam Indonesia secara berkelanjutan. Hasil laut tidak diambil semuanya agar tetap bisa dinikmati oleh generasi selanjutnya,” kata Awaludinnoer dikutip dari Kompas.id. 

bukit misool tradisi sasi alam indonesia
TRADISI SASI PAPUA - Wilayah buka sasi di Kampung Kapatcol, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat.

Bagaikan Tabungan di Alam Indonesia

Perwakilan Kelompok Perempuan Waifuna di Kampung Kapatcol, Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat menjelaskan bahwa Tradisi Sasi itu sesederhana menjaga laut agar hasilnya tidak dikuras seenaknya. 

”Sasi itu seperti menjaga laut supaya hasilnya tidak terus dikuras. Dengan begitu, masyarakat yang menjaganya akan mendapatkan berkah melimpah,” ujar Ketua Kelompok Perempuan Waifuna, Almina Kacili, dalam wawancara bersama Kompas.id pada tahun 2024 lalu.

Almina juga menjelaskan Sasi ini ibarat tabungan di alam Indonesia, yang mereka simpan dan tidak ambil selama sekitar satu tahun. Ketika Sasi dibuka, hasilnya akan melimpah ruah. 

“Seperti menabung saja. Hasil alam seperti teripang, lobster, lola dan ikan-ikan makin lama makin banyak,” tambah Almina. 

Meski tidak diketahui sejak kapan tradisi Sasi dilakukan oleh masyarakat Indonesia bagian Timur, ada kepercayaan bahwa tradisi ini sudah terlaksana sejak zaman raja-raja Maluku, jauh sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia. 

Tetua Adat Kampung Kapatcol, Yosep Weutot menyampaikan bahwa Sasi merupakan tradisi nenek moyang. Sasi ditutup supaya laut tidak rusak dan ketika dibuka, hasilnya bisa lebih banyak ketimbang dikuras terus-menerus. 

Kini, tradisi Sasi menjadi tanggung jawab bagi para pemuka agama dan tokoh masyarakat. Pada intinya, berikut beberapa tujuan pelaksanaan tradisi Sasi, antara lain:

  • Sebagai petunjuk bagi manusia untuk hidup selaras dengan alam.
  • Memberi waktu alam untuk memulihkan dirinya.
  • Menjaga keberlanjutan sumber daya.
  • Menyatakan hak-hak wanita dan pengaruhnya terhadap masyarakat. 
  • Mendistribusikan sumber daya alam secara merata.

Tradisi Sasi membuktikan bahwa menjaga alam tidak harus dimulai dari teknologi tinggi atau kebijakan negara.  

Justru dari akar budaya yang sederhana namun penuh makna, masyarakat adat mampu menciptakan harmoni antara manusia dan lingkungan. Nilai-nilai seperti kesabaran, disiplin, dan penghormatan terhadap leluhur menjadikan Sasi lebih dari sekadar larangan. Ini adalah warisan leluhur yang sangat relevan hingga hari ini!

Di saat dunia bingung soal krisis iklim dan kerusakan lingkungan yang terjadi di mana-mana, tradisi dan larangan adat ini mengajarkan jika kita menjaga ekosistem tetap seimbang, alam akan memberikan lebih banyak untuk manusia itu sendiri. 

Melalui inisiatif Lokal Asri, Tribunnews dan Tribun Network mengajak kamu untuk ambil bagian dalam upaya menjaga alam Indonesia. Mari wariskan keindahan bumi pertiwi kepada generasi mendatang, bukan hanya lewat cerita, tapi lewat tindakan nyata seperti Tradisi Sasi!

Untuk informasi lebih banyak tentang keindahan alam Indonesia, destinasi wisata, budaya, dan keberlanjutan dari Lokal Asri, klik tautan ini.

Baca juga: Sayangi Alam Indonesia, 7 Kebiasaan Ini Bisa Kurangi Jejak Karbon

Artikel ini merupakan bagian dari inisiatif Lokal Asri yang berfokus pada lokalisasi nilai-nilai tujuan pembangunan berkelanjutan. Pelajari selengkapnya!

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved