Mengkaji Rekonstruksi Penggabungan Dalam Penyidikan TPPU dengan Pidana Asal
sidang terbuka promosi doktor Ilmu Hukum menjadi momen penting bagi Berry Ballen Saputra.
Namun, tanpa adanya panduan yang jelas dan standar operasional prosedur (SOP), penyidik sering kali mengalami kebingungannya sendiri dalam mengidentifikasi kapan penyidikan tersebut harus digabungkan atau dipisahkan.
Dengan demikian, diperlukan rekonstruksi dalam penggabungan penyidikan berdasarkan klasifikasi TPA yang relevan dengan karakteristik dan dampaknya.
Selain masalah operasional, ketidakpastian ini juga berpotensi menghambat pemulihan aset yang berasal dari tindak pidana.
Penyidik yang tidak menggabungkan penyidikan TPPU dengan tindak pidana asal mengurangi peluang untuk melakukan asset recovery, sehingga menghalangi pemanfaatan kembali hasil kejahatan untuk kepentingan negara dan korban.
Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya standar prosedural yang dapat memberikan panduan yang jelas bagi penyidik dalam menentukan kapan penggabungan tersebut seharusnya dilakukan.
Sebagai akibatnya, proses pemulihan aset tidak berjalan optimal, yang memperburuk ketidakadilan bagi korban kejahatan.
Pentingnya rekonstruksi dalam penggabungan penyidikan TPPU dengan TPA didorong oleh perubahan regulasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang memasukkan TPPU sebagai kejahatan berat dalam kategori tindak pidana khusus.
KUHP yang baru, yang akan berlaku pada 2 Januari 2026, mengelompokkan TPPU bersama dengan kejahatan serius lainnya, seperti narkotika, korupsi, dan terorisme, dengan memperkenalkan sistematika baru yang menyatukan berbagai norma terkait dalam satu kode hukum pidana nasional.
Dengan adanya perubahan ini, penyidik perlu diberikan pedoman yang lebih jelas tentang kapan dan bagaimana penyidikan TPPU harus digabungkan dengan TPA, untuk menghindari inkonsistensi hukum dan memastikan penyidikan yang lebih efisien dan efektif.
Penelitian ini berfokus pada masalah ketidakpastian hukum dan perlunya penyusunan pedoman yang lebih rinci terkait penggabungan penyidikan TPPU dengan TPA.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum dalam tindak pidana pencucian uang dengan menekankan pentingnya penyusunan prosedur yang lebih jelas dan sistematis.
Penyidik perlu mendapatkan pelatihan dan sosialisasi yang cukup agar dapat membuat keputusan yang lebih konsisten dan adil dalam menangani kasus-kasus TPPU.
Pengembangan SOP yang komprehensif dan evaluasi berkala atas pelaksanaan kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas penyidikan dan memaksimalkan pemulihan aset hasil kejahatan, serta memberikan keadilan yang lebih konkret bagi korban.
Berry Ballen Saputra, lulus di bawah bimbingan dari Prof. Dr. Suparji Ahmad selaku Promotor, dan Dr. Subianta Mandala selaku Ko Promotor. Hadir juga dalam acara sidang terbuka Prof. Ir. H. Bambang Bernanthos yang merupakan Rektor Universitas Borobudur.
Baca juga: Disertasi Angkat Isu Penyitaan Harta Kekayaan Milik Pihak Ketiga dalam Kasus TPPU, Ini Alasan Alhadi
Dan yang bertindak sebagai dewan penguji sidang terbuka promosi doktor ilmu hukum, diantara: Ketua tim penguji Prof. Dr. Ir. Rudi Bratamanggala, yang merupakan Wakil Rektor I Universitas Borobudur, Kemudian, Prof. Dr. H. Faisal Santiago Direktur Program Pascasarjana Universitas Borobudur, juga sebagai Anggota Prof. Dr. Abdullah Sulaiman dan Penguji Dalam Institusi Prof. Dr. Oksidelfa Yanto sebagai Penguji Luar Institusi dari Universitas Pamulang.
Nikita Mirzani Geram, Sebut Saksi Ahli Tak Baca BAP Lengkap |
![]() |
---|
Penangguhan Penahanan Nikita Mirzani Ditolak, Zanzabella Soroti Mimik Wajah sang Aktris: Putus Asa |
![]() |
---|
Kesal Jawaban Ahli UU ITE, Nikita Mirzani Tak Kuasa Menangis di Ruang Sidang |
![]() |
---|
Prediksi Mahfud MD: KPK Buka Opsi Jerat Pasal TPPU ke Immanuel Ebenezer |
![]() |
---|
4 Pernyataan Saksi yang Memberatkan Nikita Mirzani di Sidang, Peran Oky Pratama Disinggung |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.