Senin, 29 September 2025

UU Pemilu

Fraksi PDIP Soroti Putusan MK Pisahkan Pemilu, Sebut Jabatan DPRD Berpotensi 7 Tahun

PDIP menyoroti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024, yang memisahkan pelaksanaan Pemilu nasional dan daerah mulai 2029.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
SOROTI KEPUTUSAN MK - Ketua Kelompok Fraksi PDI Perjuangan di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, I Nyoman Parta, menyoroti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024, yang memisahkan pelaksanaan Pemilu nasional dan daerah mulai 2029. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Kelompok Fraksi PDI Perjuangan di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, I Nyoman Parta, menyoroti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024, yang memisahkan pelaksanaan Pemilu nasional dan daerah mulai 2029.

Nyoman menyebut, keputusan tersebut dapat memperpanjang masa jabatan anggota DPRD hingga tujuh tahun tanpa melalui mekanisme pemilu, yang berpotensi bertentangan dengan konstitusi.

Untuk diketahui, dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan lebih dulu. 

Sementara pemilu daerah—untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala daerah digelar paling cepat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan hasil Pemilu nasional.

"Jika Pemilu DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan pada tahun 2029 berarti frasa dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan dari 2029 adalah 2031," kata Nyoman kepada Tribunnews.com, Selasa (1/7/2025).

Nyoman menjelaskan, MK dalam putusannya memang tidak menyebut jabatan anggota DPRD diperpanjang menjadi 7 tahun.

"Namun, dengan Pemilu 2029 sudah dipisah dan hanya berlaku Pemilu Nasional, maka jabatan DPRD harusnya berakhir 2029. Namun, karena Pemilu untuk DPRD tidak dilakukan lalu bagaimana cara mengisi kekosongan itu? Karena Pemilu daerah baru dilaksanakan dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan kemudian?" ucapnya.

Dia mempertanyakan bagaimana negara akan menghadapi masa transisi di mana masa jabatan DPRD telah habis, tetapi pemilu daerah belum dilaksanakan.

"Mungkinkah jabatan DPRD dikosongkan? Tentu tidak, namun jika diperpanjang lagi dua tahun atau paling lama lagi dua tahun enam bulan, maka jabatan DPRD menjadi tujuh tahun tanpa ada melalui mekanisme Pemilu dan inilah yang berpotensi bertentangan dengan Pasal 22E UUD 1945," tegas Nyoman.

Pasal 22E UUD 1945 secara tegas menyebut bahwa Pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali, secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. 

Menurut Nyoman, memperpanjang masa jabatan legislatif tanpa Pemilu bukan saja melanggar prinsip demokrasi, tetapi juga menciptakan konflik norma tata negara.

Nyoman menekankan bahwa Mahkamah Konstitusi sejatinya berwenang untuk menguji undang-undang terhadap UUD. Dia merujuk pada Pasal 24C UUD 1945 yang menjadi dasar kewenangan MK.

"Masalahnya jika MK melebihi kewenangannya belum ada mekanisme untuk mengoreksi keputusannya. Padahal, dalam sumpah/janji hakim MK adalah memegang teguh UUD NRI 1945," imbuhnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan