Senin, 6 Oktober 2025

Prabowo Teken PP Baru Soal Justice Collaborator, Komisi III Soroti Penerapan Asesmen Terhadap Pelaku

Nasir menanggapi kebijakan Presiden RI Prabowo Subianto meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 2025 terkait Justice Collaborator.

Tribunnews.com/ Chaerul Umam
ATURAN BARU - Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil. Ia menanggapi soal kebijakan Presiden RI Prabowo Subianto meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 2025 terkait Justice Collaborator. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menanggapi soal kebijakan Presiden RI Prabowo Subianto meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 2025 terkait Justice Collaborator.

Dimana, PP itu mengatur pemberian penghargaan dan perlindungan terhadap Justice Collaborator atau pelaku di suatu perkara pidana yang mau bekerjasama dengan aparat penegak hukum dalam mengungkap kejahatan.

Menanggapi hal itu, Nasir menilai apa yang dibuat oleh Presiden Prabowo adalah suatu akses penting agar kejahatan terutama yang sifatnya extra ordinary crime bisa lebih mudah terungkap.

"PP ini menjadi pintu penting untuk mengungkapkan kejahatan yang masuk dalam kategori extra ordinary crime. Saksi pelaku yang menjadi JC mendapatkan semacam “insentif” apabila mampu secara nyata membantu penegak hukum untuk menemukan aktor utama pelaku kejahatan tersebut," kata Nasir saat dimintai tanggapannya, Jumat (27/6/2025).

Akan tetapi kata dia, dalam menetapakan seseorang pelaku menjadi justice collaborator tidak bisa dipandang mudah.

Penerapannya kata dia, harus memiliki syarat yang sudah diatur dalam Undang-undang dan disepakati oleh para pemegang kewenangan di bidang hukum.

"Begitupun memang harus dipastikan bahwa PP itu memuat untuk menjadi JC haruslah saksi pelaku yang telah memiliki syarat dan ketentuan yang berlaku," ucap dia.

Atas hal itu, legislator dari Fraksi PKS itu menaruh fokus pada proses penetapan pelaku menjadi justice collaborator di suatu perkara pidana.

Kata dia, harus ada asesmen yang berjenjang dan terintegrasi di antara lembaga penegakan hukum terhadap pelaku yang menyatakan bersedia menjadi justice collaborator.

Dengan begitu, Nasir beranggapan bahwa penetapan justice collaborator di setiap suatu perkara merupakan suatu opsi semata bukan keharusan.

"Perlu ada semacam asesmen terpadu dan terintegrasi untuk menyematkan status JC kepada saksi pelaku. Jadi JC itu adalah optional bukan mutlak," tandas dia.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 yang mengatur penghargaan dan perlindungan terhadap Justice Collaborator (JC), yakni saksi pelaku yang membantu mengungkap kejahatan.

Peraturan itu mengatur bentuk perlindungan dan penghargaan terhadap Justice Collaborator termasuk kemungkinan memperoleh pembebasan bersyarat.

Dalam regulasi baru tersebut, Pasal 4 huruf b PP 24/2025 secara eksplisit menyebut JC dapat memperoleh penghargaan berupa pembebasan bersyarat, selain bentuk lain seperti keringanan penjatuhan pidana, remisi tambahan, dan hak narapidana lainnya.

Namun, pemberian penghargaan itu tidak otomatis. Pasal 29 PP 24/2025 mengatur pembebasan bersyarat hanya dapat diberikan jika JC telah mendapatkan penanganan khusus dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved