MK Putuskan Pemilu dan Pilkada Tak Lagi Serentak, Kini Dibagi Lokal dan Nasional, Apa Maksudnya?
MK menyatakan pelaksanaan seluruh jenis pemilu dalam satu waktu menimbulkan berbagai persoalan teknis, beban kerja, dan berisiko menurunkan kualitas d
Penulis:
Mario Christian Sumampow
Editor:
Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan pemilu nasional (Pileg dan Pilpres) dan pemilu daerah atau pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak lagi digelar serentak. Ke depan, kedua pemilu tersebut akan dijadwalkan terpisah atau dua tahap dengan jeda waktu maksimal dua tahun enam bulan.
Putusan ini dibacakan dalam sidang perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
MK menyatakan pelaksanaan seluruh jenis pemilu dalam satu waktu menimbulkan berbagai persoalan teknis, beban kerja, dan berisiko menurunkan kualitas demokrasi.
“Terutama berkaitan dengan kemampuan untuk mempersiapkan kader partai politik dalam kontestasi pemilihan umum,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Baca juga: MK Lagi-lagi Tolak Gugatan UU TNI, Mahasiswa Dinilai Tak Punya Hak Menggugat
Dengan putusan ini, pemilu nasional akan mencakup pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, dan DPD RI. Sementara itu, pemilu lokal meliputi pemilihan kepala daerah seperti gubernur, bupati, wali kota beserta wakilnya, dan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
MK menilai ketentuan dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu serta Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945, jika dimaknai sebagai keharusan menggelar seluruh pemilu pada waktu yang bersamaan.
Norma hukum terkait teknis pelaksanaan pemilu, menurut MK, wajib disesuaikan dengan penafsiran baru ini.
Pemerintah, penyelenggara pemilu, dan legislatif diminta segera menyiapkan regulasi teknis dan kalender pemilu yang menyesuaikan dua tahap penyelenggaraan tersebut.
Mahkamah Konstitusi
Pemilihan Umum
pilkada
Pileg
Pilpres
partai politik
putusan MK
Pemilu 2029
Pilkada 2029
MK Tak Terima Gugatan Soal Syarat Polisi Harus S1, Pemohon Dinilai Tak Punya Legal Standing |
![]() |
---|
Dissenting Opinion Ketua MK Soroti Kilatnya Pembahasan UU TNI |
![]() |
---|
MK Minta Polri dan Kemenhub Hadirkan Fasilitas Lalu Lintas Ramah Penyandang Buta Warna |
![]() |
---|
MK Tolak Seluruh Permohonan Uji Formil Revisi UU TNI dari Masyarakat Sipil dan Mahasiswa |
![]() |
---|
Mengingat Peran Arsitek Senyap Budi Gunawan di Pertemuan Bersejarah Jokowi-Prabowo, Prabowo-Megawati |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.