Sabtu, 4 Oktober 2025

Laut China Selatan

Tiongkok akan Terus Kuatkan Hegemoni di Laut China Selatan untuk Amankan Kepentingan Ekonomi 

Itu sebabnya China kini memiliki beberapa lapis kekuatan untuk menjaga kedaulatan dan penguasaannya atas Laut China Selatan

HO/IST
KAJIAN DIPLOMASI MARIIM CHINA - Acara diskusi bertajuk “Diplomasi Maritim China di Asia Tenggara: Pandangan Dari Indonesia” yang diselenggarakan Forum Sinologi Indonesia di Jakarta, Kamis, 19 Juni 2025. Tiongkok diyakini akan terus memperkuat hegemoni dan dominasinya di Laut China Selatan demi mengamankan jalur perdagangan internasionalnya dalam jangka panjang. 

"Ada proyeksi wilayah operasi Coast Guard China yang makin ke selatan dan ke timur.
China sudah berinvestasi di banyak negara termasuk ke Afrika dan China sudah melengkapinya dengan dukungan militer untuk mengamankan investasinya itu," sebutnya.

"China juga punya kapal nelayan, kapal sipil sampai kapal perikanan. Belt Road Initiatives mereka bentuk untuk melindungi kepentingan perekonomian China dan China ingin mengontrol pelabuhan pelabuhan kunci dan di situ diikuti dengan penempatan aset militernya," lanjut  Laksamana Muda TNI Kresno Kuntoro.

Baca juga: Pengamat Soroti Strategi Maritim Indonesia Hadapi Tantangan Geopolitik di Laut China Selatan

Posisi Indonesia Terhadap Strategi Maritim China

Indonesia bisa menggunakan Hukum Laut Internasional (UNCLOS), kode etik perilaku di Laut China Selatan (LCS) serta berbagai inisiatif yang dilakukan Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk merespons diplomasi maritim China.

Sementara itu, perbaikan dan penegakan hukum dan peraturan-peraturan dalam negeri, khususnya yang berkaitan dengan aspek kelautan, perlu dilakukan dalam menghadapi situasi geopolitik yang akhir-akhir ini berkembang di kawasan Asia Tenggara. 

Potensi ketegangan yang mungkin terjadi akibat upaya perluasan pengaruh RRC dan kehadiran kekuatan-kekuatan luar kawasan akan dapat dihadapi bila Indonesia meningkatkan kapasistasnya sehingga mampu mengontrol wilayah maritim kepulauan Nusantara, seperti yang pernah berlangsung pada masa keemasan peradaban Indonesia. 

Laksamana Muda (Laksda) TNI Kresno Buntoro yang juga pakar hukum mencontohkan LCS dengan sembilan garis putus putus milik  sebenarnya telah dipublikasikan secara resmi pada 2009. Perwira tinggi TNI AL tersebut menegaskan bahwa dalam peta tersebut tidak terdapat tanggal dan datum. Tidak terdapat pula penggunaan garis pangkal dan klaim pulau atau laut yang lain. Selain itu, tidak ada penjelasan apakah garis-garis yang putus-putus tersebut harus dihubungkan. 

Namun meski tak jelas, garis putus-putus yang menandai klaim China tersebut membawa dampak bagi negara-negara di Asia Tenggara, khususnya negara-negara kepulauan. Salah satu contohnya adalah munculnya Undang Undang Penjaga Pantai RRC pada tahun 2021. 

Menurut Laksda Kresno Buntoro, berdasarkan undang-undang tahun 2021 tersebut, area operasi Penjaga Pantai RRC (CCG) dapat mencapai ke wilayah yang secara unilateral diklaim oleh negara itu. Mereka juga diperbolehkan membawa senjata, sehingga mengundang pertanyaan dan kekhawatiran dari negara-negara lain. 

Baca juga: Tensi di Laut China Selatan Memanas usai Filipina dan Tiongkok Saling Klaim Wilayah Sengketa

“Ini mengundang pertanyaan, seperti bagaimana rules of engagement (pedoman penggunaan kekuatan militer) dari peraturan tersebut?" ujarnya.

Meski demikian, perkembangan yang terjadi di LCS akhir-akhir ini tak perlu membuat masyarakat terlalu waswas. Dalam pandangannya, terdapat berbagai solusi yang bisa diupayakan.

Selain dalam aspek legal yang dapat berupa negosiasi ataupun arbitrasi internasional, terdapat pula aspek solusi lain, antara lain dengan membangun forum bersama sehingga terjadi komunikasi yang baik di antara para pihak, serta dengan menggalakan pertukaran dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya. 

Kresno Buntoro menyiratkan pandangan bahwa peningkatan kapasitas Indonesia merupakan faktor penting dalam berhadapan dengan China dan kekuatan-kekuatan lain di kawasan Asia Tenggara.

“Baik upaya dominasi dari China maupun dari Amerika Serikat (AS) akan dapat kita kurangi bila kita bisa mengontrol Nusantara,” pungkasnya. 

Pemerhati intelijen dan keamanan Laksda TNI Purnawirawan Soleman B Ponto di diskusi ini juga menekankan pentingya upaya ASEAN dalam menjaga stabilitas kawasan. 

Menurutnya, ASEAN sudah mengembangkan berbagai mekanisme untuk menjaga stabilitas regional di Asia Tenggara. Salah satunya adalah upaya untuk menghasilkan kesepakatan tata perilaku guna menghindari konflik di perairan sengketa LCS (dalam Bahasa Inggris dikenal sebagai Code of Conduct atau COC).

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved