Kabinet Prabowo Gibran
Pengamat Sebut Ada Kendala Komunikasi Presiden Prabowo dan Menterinya, hingga 5 Kebijakan Dianulir
Pakar kebijakan publik ungkap penyebab Presiden Prabowo Subianto berkali-kali mengoreksi kebijakan 'kontroversial' yang dikeluarkan para menterinya
Penulis:
Nina Yuniar
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Pakar Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah menyebut hal yang menjadi potensi penyebab Presiden Prabowo Subianto berkali-kali mengoreksi kebijakan yang dikeluarkan para menteri Kabinet Merah Putih (KMP).
Diketahui sejak dibentuk pada 20 Oktober 2024, sejauh ini sudah ada lima kebijakan menteri KMP yang dianulir Prabowo.
Trubus menilai bahwa hal itu terjadi karena komunikasi yang lemah di lingkup pemerintahan.
Menurut Trubus, menteri sebagai pembantu Presiden seharusnya dapat menyelesaikan berbagai konflik di tingkat kementerian.
Meski begitu, Trubus tak menampik bahwa Presiden memang memiliki kewenangan untuk melerai dan mengambil keputusan akhir atas kebijakan pelik.
"Jadi, komunikasi kebijakan publiknya yang lemah. Itu yang menjadi akar persoalan, kenapa semua persoalan baru ramai kemudian Presiden turun," ujar Trubus, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (18/6/2025).
"Kan ini kan jadi enggak baik secara ketatanegaraan kan jadi problem. Di mana problemnya adalah, pembantu-pembantunya itu minim koordinasi atau minim kapasitas gitu," sambungnya.
Trubus juga mengatakan bahwa apabila menterinya mampu bekerja baik, masalah pengambilalihan ini seharusnya tidak berulang.
Pengambilalihan yang berulang itu, sebut Trubus, menciptakan preseden buruk bagi Presiden karena dianggap seperti pemadam kebakaran atau pahlawan kesiangan.
"Itu kan artinya efek dominonya seperti itu (dianggap pahlawan kesiangan) Akibat dari lemahnya komunikasi kebijakan publik di tingkat kementerian, berakibat kemudian presiden seperti ini," jelas Trubus.
Trubus pun menyarankan agar lembaga di sekeliling Presiden ikut ambil bagian untuk mengatasi masalah.
Baca juga: Prabowo Enggan Reshuffle Kabinet karena Anggap Kinerja Menteri Baik, Namun Telah Anulir 5 Kebijakan
Dewan Pertimbangan Presiden dan Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), dinilai harus lebih aktif berperan dan menampung persoalan.
Selain itu, kementerian juga harus mengambil pelajaran agar tidak membuat kebijakan top-down atau kebijakan tanpa masukan dari masyarakat.
"Jadi, dalam hal ini tidak boleh membuat kebijakan sifatnya top-down. Makanya harusnya sifatnya bottom-up. Ini kan kebijakan top-down tiba-tiba diputus begini," ungkap Trubus.
"Tetapi bottom-up-nya, pelibatan publiknya lemah. Padahal, harusnya pelibatan publik itu yang harusnya dalam watak negara kita yang demokrasi itu yang dikedepankan," imbuhnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.