Senin, 29 September 2025

Keluhkan Putusan MK, LBH Jakarta Nilai Habiburokhman Tak Paham Checks and Balances

Habiburokhman juga menyebut MK kerap menggunakan konsep meaningful participation atau partisipasi bermakna sebagai alasan dalam membatalkan UU.

TRIBUNNEWS.COM/REZA DENI
PUTUSAN MK - Kantor LBH Jakarta. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyoroti pernyataan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman yang mengeluhkan Mahkamah Konstitusi (MK) terlalu mudah membatalkan Undang-undang (UU) yang telah dibuat DPR. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyoroti pernyataan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman yang mengeluhkan Mahkamah Konstitusi (MK) terlalu mudah membatalkan Undang-undang (UU) yang telah dibuat DPR.

Habiburokhman juga menyebut MK kerap menggunakan konsep meaningful participation atau partisipasi bermakna sebagai alasan dalam membatalkan UU.

Baca juga: Mahasiswa Gugat Aturan Perpanjangan Usia Pensiun Perwira TNI ke MK

"Kami menilai ucapan Ketua Komisi III DPR RI tersebut adalah bentuk ketidakpahaman terhadap mekanisme check and balances serta independensi kekuasaan yudisial dalam negara demokratis," Kata Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan dalam keterangannya, Kamis (19/6/2025).

Dalam negara hukum, diterangkannya pembatasan kekuasaan termasuk kekuasaan legislatif adalah prinsip utama untuk menjaga agar tidak terjadi abuse of power dalam menjalankan pemerintahan. 

"Hanya dengan kekuasaan yudisial yang independen, rakyat bisa mengadukan manakala terjadi abuse of power yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagai pemegang tanggung jawab dalam pemenuhan hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara," ungkapnya.

Menurut Fadhil kejadian tersebut bukanlah kejadian pertama. Sebelumnya, DPR RI pernah melakukan hal serupa dengan memberhentikan Hakim Aswanto sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi dengan pertimbangan subjektif yaitu Aswanto dianggap gagal mewakili kepentingan DPR RI. 

"Pemberhentian ini juga merupakan tindakan yang bertentangan dengan prosedur pemberhentian dan pengangkatan Hakim MK yang ada dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi," jelasnya.

Maka, kejadian tersebut jelasnya menegaskan posisi DPR RI yang alergi terhadap kontrol oleh cabang kekuasaan lainnya. 

"Tindakan tersebut merupakan bentuk konkrit dari fenomena autocratic legalism (Kim L. Scheppele, 2018)," tandasnya.

Baca juga: Wamendikdasmen: Putusan MK Sekolah Gratis Kemungkinan Tak Diterapkan Tahun Ini 

Sebelumnya Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengungkapkan keluhannya terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai terlalu mudah membatalkan Undang-undang (UU) yang telah dibuat DPR.

Hal ini disampaikan Habiburokhman dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) terkait revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Selasa (17/6/2025).

"Rekan-rekan, di DPR ini kadang-kadang kami sudah capek bikin Undang-undang, dengan gampangnya dipatahkan oleh Mahkamah Konstitusi," kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

Menurut Habiburokhman, MK kerap menggunakan konsep meaningful participation atau partisipasi bermakna sebagai alasan dalam membatalkan UU.

"Ada senjatanya Mahkamah Konstitusi itu meaningful participation, the right to be heard, hak untuk didengar, the right to be considered, dipertimbangkan, the right to be explained," ujarnya.

Padahal, kata dia, dalam pembahasan sebuah RUU, DPR telah menyerap aspirasi publik sebagai bentuk nyata dari partisipasi yang bermakna.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan