Kamis, 2 Oktober 2025

RUU KUHAP

Beri Masukan RUU KUHAP, Pengurus Sejumlah BEM: Upaya Paksa Wajib Melalui Penuntut Umum & Izin Hakim

Upaya paksa terhadap tersangka ataupun saksi di dalam RUU KUHAP harus dilakukan oleh penyidik/penuntut umum yang sah dan berwenang.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
Tribunnews.com/Chaerul Umam
RUU KUHAP - Upaya paksa terhadap tersangka ataupun saksi di dalam RUU KUHAP harus dilakukan oleh penyidik/penuntut umum yang sah dan berwenang. Hal itu disampaikan Lembaga Kajian Keilmuan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LK2 FHUI), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Lampung (Unila) dan BEM Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung (FH UBL) saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Jakarta, Kamis (19/6/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya paksa terhadap tersangka ataupun saksi di dalam RUU KUHAP harus dilakukan oleh penyidik/penuntut umum yang sah dan berwenang.

Tindakan tersebut harus mendapatkan izin dari hakim melalui penuntut umum.

Upaya paksa juga wajib dilakukan secara proporsional dan tidak boleh sewenang-wenang.

Hal tersebut disampaikan  Lembaga Kajian Keilmuan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LK2 FHUI), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Lampung (Unila) dan BEM Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung (FH UBL) saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Jakarta, Kamis (19/5).

"Mendorong Komisi III DPR RI untuk memperhatikan urgensi terkait pengaturan yang komprehensif terhadap upaya paksa agar tercapai perlindungan hak asasi para warga negara, termasuk penguatan hak para tersangka atau terdakwa, saksi, korban, dan kelompok rentan dalam KUHAP yang sedang dirancang," papar Direktur Ekesekutif LK2FHUI, Daffa Putra Pratama. 

LK2 FHUI juga memberikan empat rekomendasi lain dalam pembahasan RUU KUHAP. Prioritas untuk perlindungan atas hak asasi manusia, penerapan due process of law yang adil, penerapan asas praduga tak bersalah menjadi salah satu rekomendasi diberikan. 

LK2FHUI turut mendorong DPR RI mengutamakan mekasinme keadilan restoratif, rehabilitatif, retitutif yang ditetapkan dengan prosedur pengawasan yang jelas dalam pembentukan KUHAP yang sedang dirancang. Selain itu LK2 FH UI juga mendorong komisi 3 DPR RI  mengakomodir pengaturan dan pemanfaatan teknologi dan informasi digital berdasarkan kepentingan transparansi serta proses keadilan. 

"Mendorong Komisi III DPR RI untuk menindaklanjuti lebih lanjut terkait saran dan rekomendasi daripada berbagai elemen masyarakat demi tercapainya partisipasi publik yang inklufis dalam pembentukan KUHAP yang sedang dirancang," lanjut Daffa membacakan rekomendasi terakhir.

Ketua BEM Unila Ammar Fauzan menegaskan pengenaan upaya paksa perlu mendapat pengawasan ketat oleh hakim pemeriksa pendahuluan.

"Untuk menguji urgensi pengenaan upaya paksa guna mengawasi sistem peradilan pidana, mewujudkan sistem peradilan pidana lebih akuntabel, serta menjunjung tinggi presumption of innocence atau asas praduga tak bersalah. Dimana pengajuan upaya paksa dari penyidik polri, penyidik lain dan PPNS melalui penuntut Umum untuk mendapat persetujuan penetapan dari Hakim," terang Amar.

BEM Unila juga memberi sorotan atas kesetaraan penyidik.

Ammar menyampaikan kewenangan penyidikan yang tersentral ke satu lembaga akan membuat potensi terhentinya aduan atau penanganan kasus semakin besar. 

Saat ini menurutnya penyidik cenderung tajam ke bawah tumpul keatas. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya laporan pengaduan masyarakat yang tidak ditindaklanjutkan ke tahap penyidikan.

Sebagai contoh perkara dengan ketidakpastian hukum antara lain pemerasan warga Malaysia penonton DWP oleh oknum anggota Polri, peristiwa polisi menembak siswa SMK di Semarang, kasus Afif Maulana dan penersangkaan mahasiswa UI yang tewas kecelakaan.

BEM Unila sambung Ammar, menilai KUHAP tidak memberikan ruang bagi Jaksa atau penuntut umum untuk mengawasi penyidikan secara substantif.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved