RUU KUHAP
Beri Masukan RUU KUHAP, Pengurus Sejumlah BEM: Upaya Paksa Wajib Melalui Penuntut Umum & Izin Hakim
Upaya paksa terhadap tersangka ataupun saksi di dalam RUU KUHAP harus dilakukan oleh penyidik/penuntut umum yang sah dan berwenang.
Sementara hakim baru berperan saat pra peradilan atau tahap persidangan.
Dalam KUHAP yang berlaku saat ini disebutkannya ada pemisahan tegas antara penyidik dan jaksa.
Penyidik baru berkoordinasi dengan jaksa setelah meyerahkan berkas. Kurangnya koordinasi antara penyidiik dan jaksa yang membuat masing-masing berjalan dengan ego sektoral tersebut berimbas pada gagalnya penegakan hukum.
Kasus pagar laut dicontohkannya sebagai bukti ego sektoral dalam penanganan perkara.
Idealnya pembaharuan KUHAP dapat menciptakan keseimbangan dan sinergi antar penegak hukum serta menghindari perselisihan atau persaingan yang berlebihan.
"Sistem kordinasi Gakumdu, mulai dari awal Lapdu, penentuan penyelidikan, penaikan ke penyidikan, sampai dengan terbitmya SPDP wajib terlibat bersama. Memperkuat peran jaksa sebagai pengendali perkara (dominus litis) dimana Jaksa tidak hanya sebagai penerima berkas tetapi turut mengendalikan arah penyidikan sebagaimana tertuang dalam Putusan MK Nomor 55/PUU-XI/2013," ungkapnya.
Sementara Presiden BEM FH UBL Alfin Sanjaya menuturkan, berdasarkan jenisnya upaya paksa dapat dilakukan penyidik atas penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan badan. Selain itu upaya paksa juga dapat dilakukan untuk pemeriksaan surat elektronik dan data digital, penyadapan, serta pemblokiran rekening/digital asset.
Alfin mendesak upaya paksa wajib memenuhi empat prinsip. Pertama, upaya paksa tegas BEM UBL hanya dapat dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum yang sah dan berwenang. Hal itu dipertegas dengan adanya dasar hukum dan perintah tertulis (SPDP,
surat perintah, atau penetapan hakim).
Prinsip kedua ialah proposionalitas dan subsidiaritas. Upaya paksa dilakukan secara proporsional terhadap tingkat kejahatan dan tidak boleh berlebihan atau sewenang-wenang.
Izin pengadilan menjadi unsur berikutnya yang harus dipenuhi sebelum penyidik melakukan upaya paksa.
"Terutama penggeledahan, penyadapan, penahanan di luar waktu terbatas harus mendapat izin dari hakim melalui Penuntut Umum. Ini untuk melindungi prinsip praduga tak bersalah dan hak atas kebebasan pribadi," kata Alfin.
Selanjutnya akuntabilitas dan transparansi menjadi prinsip keempat yang mutlak harus dipenuhi dalam tindakan upaya paksa. Penyidik harus membuat berita acara resmi. Sebagai bentuk akuntabilitas, upaya paksa tersebut juga harus mendapat pengawasan dari lembaga peradilan dan masyarakat sipil.
Selaras dengan aturan mengenai upaya paksa, BEM FH UBL menyarankan RUU KUHAP mengakui dan memperluas jenis alat bukti.
"Khususnya alat bukti elektronik beserta dengan tata cara atau prosedur untuk mendapatkannya," ungka Alfin.
Dalam kesempatan RDPU ini BEM UBL juga memberikan saran perihal penguatan peran advokat dalam mendampingi seluruh pihak dalam proses pidana serta integrated criminal justice system.
RUU KUHAP
Komisi III Jawab KPK Soal Izin Penyitaan dari Pengadilan dalam RKUHAP: Demi Negara Hukum yang Tertib |
---|
Komisi III DPR Pastikan Terbuka Jika KPK Ingin Bahas RKUHAP |
---|
Dasco Minta Komisi III DPR Segera Bahas RUU KUHAP dengan KPK |
---|
KPK Sampaikan 17 Poin Kritis RKUHAP, Komisi III DPR Bantah Upaya Lemahkan KPK |
---|
Abraham Samad Sebut RUU KUHAP Akan Mempersulit KPK Berantas Korupsi |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.