Sabtu, 4 Oktober 2025

Penulisan Ulang Sejarah RI

Usman Hamid Sebut Fadli Zon Bersikap 'Paradoks' soal Pemerkosaan Massal Mei 1998

Usman Hamid mengomentari klarifikasi Menteri Kebudayaan Fadli Zon soal menyebut pemerkosaan massal pada Mei 1998 tidak ada bukti.

|
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
FADLI ZON - Menteri Kebudayaan RI (Menbud) Fadli Zon saat ditemui awak media di Taman Sriwedari, Depok, Minggu (1/6/2025). Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengomentari klarifikasi Menteri Kebudayaan Fadli Zon soal peristiwa pemerkosaan massal pada Mei 1998. 

Namun, dirinya menegaskan penyebutan diksi terjadi pemerkosaan massal saat itu harus digunakan secara hati-hati.

Pasalnya, Fadli Zon menilai belum ada data yang komprehensif terkait peristiwa tersebut.

Ia juga menegaskan pernyataannya dalam sebuah wawancara tersebut bukan sebagai bentuk penyangkalan terkait terjadinya kekerasan seksual saat tragedi Mei 1998.

Hanya saja, dia ingin agar sejarah diketahui masyarakat lewat fakta-fakta hukum dan bukti yang telah diuji secara akademik dan legal.

Hal tersebut, sambung Fadli, dinilai penting demi penulisan sejarah yang lebih komprehensif.

"Pernyataan saya dalam sebuah wawancara publik menyoroti secara spesifik perlunya ketelitian dan kerangka kehati-hatian akademik dalam penggunaan istilah 'perkosaan massal', yang dapat memiliki implikasi serius terhadap karakter kolektif bangsa dan membutuhkan verifikasi berbasis fakta yang kuat," ucapnya.

Fadli lantas mengomentari soal temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait kekerasan seksual yang terjadi saat peristiwa Mei 1998.

Menurutnya, temuan TGPF belum kuat dalam segi data karena tidak tercantum nama korban hingga sosok pelakunya.

"Di sinilah perlu kehati-hatian dan ketelitian karena menyangkut kebenaran dan nama baik bangsa. Jangan sampai kita mempermalukan nama bangsa," tuturnya.

Fadli juga menyebut masih adanya silang pendapat dan beragam perspektif di antara para pihak soal ada atau tidaknya pemerkosaan massal saat tragedi Mei 1998.

Kendati demikian, dia tetap mengutuk berbagai bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan dalam konteks peristiwa Mei 1998.

Ia menegaskan segala bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan di masa lalu adalah pelanggaran kemanusiaan paling mendasar.

"Sebaliknya, segala bentuk kekerasan dan perundungan seksual terhadap perempuan adalah pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan paling mendasar, dan harus menjadi perhatian serius setiap pemangku kepentingan," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Deni/Yohanes)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved