Minggu, 5 Oktober 2025

Penulisan Ulang Sejarah RI

Pernyataan Fadli Zon Soal Tragedi 1998 Disebut Melukai Hati Korban

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Badan Persaudaraan Antariman prihatin atas pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang dinilai melukai para korban.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
HandOut/IST
TRAGEDI MEI 1998 - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Badan Persaudaraan Antariman (DPP BERANI), Pdt. Lorens Manuputty, dalam acara silaturahmi kebangsaan “Mengenang Guru Bangsa Gus Dur” di Ruang Delegasi, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (13/12/2024). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Badan Persaudaraan Antariman (DPP BERANI), Pdt. Lorens Manuputty, menyatakan merasa prihatin atas pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang dinilai melukai para korban Tragedi Mei 1998

Menurutnya, pernyataan tersebut bukan hanya sekadar kekeliruan, tetapi mencederai nilai-nilai kemanusiaan serta mengabaikan fakta sejarah kelam bangsa.

“Pernyataan Menteri Budaya Fadli Zon bukan sekadar kekhilafan, tetapi merupakan bentuk pengingkaran atas fakta sejarah yang telah diungkap secara resmi. Ini sangat melukai para korban yang masih menyimpan trauma mendalam, serta mencederai hati nurani bangsa,” ujar Lorens dalam keterangan tertulis, Senin (16/6/2025).

Ia menegaskan, Tragedi Mei 1998 merupakan bagian penting dari perjalanan sejarah Indonesia yang harus diakui. 

Meskipun pahit, pengakuan atas peristiwa tersebut menjadi langkah penting dalam menegakkan keadilan dan mencegah terulangnya kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di masa depan.

“Bangsa yang dewasa adalah bangsa yang berani mengakui kesalahan masa lalunya. Pengakuan atas peristiwa kelam merupakan penghormatan kepada para korban dan keluarganya. Sebaliknya, pengingkaran hanya akan memperdalam luka mereka,” ujarnya.

Untuk diketahui, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk pada 23 Juli 1998 secara resmi mencatat adanya kekerasan seksual massal dalam rangkaian kerusuhan Mei 1998. 

TGPF melaporkan setidaknya terdapat 52 korban rudapaksa, 14 korban rudapaksa disertai penganiayaan, 10 korban penganiayaan seksual, dan 9 korban pelecehan seksual, sebagian besar menimpa perempuan etnis Tionghoa.

“Setiap data tersebut bukan sekadar angka, melainkan penderitaan nyata korban yang hingga kini banyak yang belum mendapatkan keadilan. Pernyataan yang mengecilkan tragedi ini adalah bentuk pengabaian terhadap luka kemanusiaan bangsa sendiri,” ucapnya.

Sebagai organisasi lintas iman yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan, DPP BERANI menyerukan kepada seluruh pejabat negara, pemangku kebijakan, serta seluruh elemen bangsa untuk bersikap bijak dan bertanggung jawab dalam menyikapi tragedi kemanusiaan masa lalu.

“Pengingkaran atas fakta sejarah bukanlah jalan menuju rekonsiliasi. Hanya dengan kejujuran, keadilan, dan pengakuan atas penderitaan korban, bangsa ini bisa pulih dan melangkah menjadi bangsa yang beradab dan bermartabat,” tandasnya.

Sebelumnya, Fadli Zon memberikan klarifikasi terkait pernyataannya soal kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998. 

Fadli menilai bahwa istilah 'perkosaan massal' membutuhkan verifikasi fakta yang lebih kuat.

"Saya tentu mengutuk dan mengecam keras berbagai bentuk perundungan dan kekerasan seksual pada perempuan yang terjadi pada masa lalu dan bahkan masih terjadi hingga kini," kata Fadli Zon melalui keterangan tertulis, Senin (16/6/2025).

"Apa yang saya sampaikan tidak menegasikan berbagai kerugian atau pun menihilkan penderitaan korban yang terjadi dalam konteks huru hara 13-14 Mei 1998," ujarnya menambahkan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved