Senin, 29 September 2025

Penulisan Ulang Sejarah RI

Kontroversi Fadli Zon soal Pemerkosaan Mei 98, Setara Institute: Tak Punya Empati ke Korban

Halili menilai, pernyataan Fadli bukan hanya tidak berempati, tetapi juga membahayakan upaya negara dalam mengakui dan menyelesaikan pelanggaran HAM

Tribunnews.com/Fersinanus Waku
FADLI ZON - Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon, saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/5/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tidak ada pemerkosaan massal dalam Tragedi Mei 1998 menuai kecaman.

Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan menyebut pernyataan itu tidak hanya keliru, tetapi juga menunjukkan kurangnya empati terhadap korban.

“Itu menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak punya empati, saya kira di satu sisi. Tapi, di sisi yang lain itu kan menunjukkan bahwa apa yang disampaikan oleh Menteri Fadli ini sesungguhnya bertentangan dengan apa yang secara formal selama ini menjadi keputusan pemerintah,” kata Halili di Jakarta Selatan, Senin (16/6/2025).

Menurut Halili, pernyataan Fadli bertolak belakang dengan temuan resmi negara yang mengakui terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan dalam tragedi kerusuhan Mei 1998.

Presiden BJ Habibie sendiri, kata Halili, pernah menyinggung langsung peristiwa tersebut. Bahkan, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dipimpin oleh Marzuki Darusman pada masa itu telah mengafirmasi adanya kasus rudapaksa massal.

“Artinya, temuan dari tim gabungan pencari fakta itu membenarkan dan TGPF itu adalah tim yang dibentuk oleh pemerintah,” tegas Halili.

Ia menambahkan bahwa laporan-laporan dari Komnas HAM dan Komnas Perempuan juga memperkuat temuan TGPF. Laporan-laporan akademisi dan pendamping korban dari masyarakat sipil semakin menegaskan bahwa kekerasan seksual massal benar-benar terjadi pada saat kerusuhan Mei 1998.

“Belum lagi kalau kita mau menghitung misalnya laporan dari para pendamping korban dan keluarga korban dari kalangan masyarakat sipil. Itu kan banyak sekali yang sudah menegaskan bahwa kasus itu sebagai sesuatu yang real dan betul terjadi,” jelas Halili.

Halili menilai, pernyataan Fadli bukan hanya tidak berempati, tetapi juga membahayakan upaya negara dalam mengakui dan menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu.

Baca juga: Kubu Jokowi Sebut Bisa Chaos jika Ijazah Asli Ditunjukkan, Roy Suryo: Itu Dagelan Srimulat

Sebelumnya, dalam sebuah siniar bersama jurnalis senior Uni Lubis, Fadli Zon mempertanyakan kebenaran pemerkosaan massal yang terjadi dalam tragedi Mei 1998. Ia menyebut peristiwa itu masih menjadi bahan perdebatan di kalangan sejarawan karena belum ditemukan “fakta keras” yang bisa dipertanggungjawabkan secara historis.

“Kalau itu, itu menjadi domain pada isi dari sejarawan. Apa yang terjadi? Kita enggak pernah tahu ada enggak fakta keras. Kalau itu kita bisa berdebat,” ujarnya dalam siniar tersebut.

Lebih lanjut, Fadli bahkan meragukan keberadaan rudapaksa massal dalam sejarah resmi.

“Nah, ada rudapaksa massa betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Enggak pernah ada proof (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada,” tegasnya.

Pernyataan itu langsung menuai reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat sipil yang telah puluhan tahun memperjuangkan keadilan bagi korban tragedi 1998, khususnya perempuan etnis Tionghoa yang mengalami kekerasan seksual.

Tragedi Mei 1998 merupakan salah satu episode kelam dalam sejarah Indonesia. Selain menewaskan ratusan orang dan menyebabkan kerusakan masif, kerusuhan juga diwarnai laporan kekerasan seksual terhadap perempuan, terutama dari etnis minoritas. Temuan TGPF dan Komnas Perempuan selama dua dekade terakhir terus menyuarakan pentingnya pengakuan negara dan rehabilitasi korban.

Kini, pernyataan Fadli Zon dinilai bisa menghambat langkah-langkah keadilan transisional dan upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat secara menyeluruh.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan