Senin, 6 Oktober 2025

Tambang Nikel di Raja Ampat

Anggota DPR Soroti Keberadaan Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat, Singgung Kejahatan Ekologis

Nevi menegaskan bahwa pelanggaran ini adalah ironi serius yang mencoreng semangat pelestarian lingkungan dan mencederai tanggung jawab.

Penulis: Reza Deni
dok.
TAMBANG NIKEL MERUSAK ALAM - Aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, merusak alam dan mengancam status Raja Ampat sebagai kawasan wisata strategis nasional. DPR meminta pemerintah mengevaluasi secara menyeluruh seluruh perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Raja Ampat. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XII DPR RI, Nevi Zuairina, mendukung langkah pemerintah untuk menghentikan sementara aktivitas beberapa perusahaan tambang nikel di wilayah Raja Ampat

Nevi menegaskan bahwa pelanggaran ini adalah ironi serius yang mencoreng semangat pelestarian lingkungan dan mencederai tanggung jawab kita terhadap generasi mendatang.

Baca juga: Sosok Ratna Juwita Sari, Anggota DPR RI Desak Pemerintah Cabut Izin Perusahaan Nikel di Raja Ampat

Beberapa perusahaan tambang nikel di Raja Ampat diduga melakukan aktivitas di pulau kecil yang bertentangan dengan UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 

Selain itu, mereka juga terindikasi membuka lahan di luar izin lingkungan, mengabaikan sistem manajemen limbah, serta menyebabkan sedimentasi pesisir yang merusak ekosistem laut Raja Ampat yang sangat rapuh.

Baca juga: Menteri Kabinet Merah Putih Diminta Saling Sinergi Atasi Tambang Nikel di Raja Ampat, Jangan Gaduh

“Langkah ini harus menjadi pintu masuk untuk penegakan hukum yang lebih kuat dan transparan. Tidak boleh ada pembiaran terhadap kejahatan ekologis,” ujar Nevi kepada wartawan, Senin (9/6/2025).

Dia menambahkan bahwa kasus ini menunjukkan adanya celah serius dalam pengawasan dan penerapan regulasi. 

Oleh karena itu, Nevi mendorong revisi menyeluruh terhadap peraturan terkait pertambangan di wilayah sensitif, khususnya pulau kecil dan kawasan konservasi.

“Harus ada moratorium untuk izin-izin tambang di wilayah-wilayah yang memiliki nilai ekologis dan wisata yang tinggi,” tegasnya.

Legislator PKS itu menegaskan, pertumbuhan ekonomi tidak boleh dibangun dengan mengorbankan lingkungan hidup. 

"Prinsip pembangunan berkelanjutan harus menjadi fondasi kebijakan negara," kata dia.

Dalam hal ini, dia meminta Pemerintah Pusat dan Daerah membuka ruang dialog yang lebih luas untuk menyusun formula pengembangan ekonomi lokal yang adil, lestari, dan tidak menimbulkan kerusakan permanen.

“Pelanggaran ini tidak bisa ditoleransi. DPR, masyarakat sipil, dan seluruh elemen bangsa harus bersatu mengawal kasus ini. Demi keadilan ekologis dan hak hidup anak cucu kita kelak,” tandas Nevi.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa pihaknya menghentikan operasional tambang nikel di Raja Ampat.

"Itu kami untuk sementara hentikan operasinya sampai dengan verifikasi lapangan, kami akan cek," kata Bahlil dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (5/6/2025), dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Pengamat Duga Ada Kongkalikong Pemerintah dengan Pengusaha Tambang Nikel di Raja Ampat

"Untuk sementara kegiatan produksinya di-stop dulu sampai menunggu hasil peninjauan dan verifikasi dari tim saya," tuturnya.

Keberadaan industri nikel di Raja Ampat kini menjadi perhatian publik luas. Di media sosial, tagar #SaveRajaAmpat terus bergulir sebagai bentuk protes atas aktivitas pertambangan di wilayah tersebut.

Organisasi lingkungan Greenpeace melalui akun media sosial X menyebut bahwa Raja Ampat saat ini tengah berada dalam ancaman industri nikel dan program hilirisasi yang dijalankan pemerintah. (*)

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved