Jumat, 3 Oktober 2025

Tambang Nikel di Raja Ampat

Polemik Tambang Nikel di Raja Ampat, Dianggap Tak Beri Manfaat Warga Lokal, Didesak Disetop Permanen

Sejumlah pihak kini turut memberikan tanggapannya terkait polemik tambang nikel di Raja Ampat, pemerintah diminta tegas.

Penulis: Nuryanti
Editor: Febri Prasetyo
Kolase Tribunnews/Greenpeace
EKOLOGI RUSAK - Kerusakan ekologis terlihat nyata akibat aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Sejumlah pihak turut memberi tanggapannya terkait polemik tambang nikel di Raja Ampat, pemerintah diminta tegas. 

TRIBUNNEWS.COM - Keberadaan industri nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, kini menjadi polemik.

Ramai di media sosial tagar #SaveRajaAmpat sebagai bentuk protes atas aktivitas pertambangan di wilayah tersebut.

Sejumlah pihak turut memberi tanggapannya tentang polemik tambang nikel di Raja Ampat.

Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Robert Joppy Kardinal, menilai aktivitas tambang tersebut merusak lingkungan dan tidak memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal.

Menurutnya, keberadaan tambang di kawasan konservasi itu telah menimbulkan gangguan ekosistem laut.

“Tidak boleh (ada pertambangan), karena namanya konservasi."

"Waktu mereka melakukan pemuatan, pasti ada yang jatuh ke laut. Itu berarti kawasan konservasinya terganggu,” ujarnya kepada Tribunnews.com, Sabtu (7/6/2025).

Robert lantas menyoroti minimnya manfaat ekonomi yang dirasakan warga sekitar tambang nikel di Raja Ampat.

Berdasarkan kunjungannya ke Distrik Waigeo Barat Kepulauan pada Maret dan April lalu, Robert menyebut warga setempat menolak tambang karena tidak mendapatkan keuntungan yang sepadan.

“Masyarakat hanya dapat bantuan Rp10 juta per tahun. Ini kan tidak ada manfaat. Yang bekerja, semua orang dari luar,” ungkapnya.

Robert menegaskan keterlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan tambang sangat minim, baik sebagai tenaga kerja maupun kontraktor.

Baca juga: Komisi III DPR Sebut Penegak Hukum Perlu Bertindak Usut Pelanggaran Tambang Nikel di Raja Ampat

Sebagian besar pekerja dan pihak yang terlibat justru berasal dari luar daerah, bahkan dari Jakarta.

“Coba lihat siapa yang bekerja. Masa orang-orang Sorong tidak bisa jadi kontraktor di situ? Semua bawa dari Jakarta. Jadi uangnya balik lagi ke Jakarta. Terus manfaatnya apa di situ?” tanya dia.

Pemerintah Diminta Tegas

Sementara itu, pemerintah diminta bersikap tegas terhadap perusahaan di sektor tambang yang melakukan pelanggaran, misalnya terkait kelestarian lingkungan.

Anggota Komisi XII DPR, Mukhtarudin, mendorong pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kawasan konservasi, khususnya di wilayah Raja Ampat dan Papua Barat Daya.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved