Menteri Bahlil Diminta Terbuka Soal Polemik Izin Usaha Pertambangan Nikel di Raja Ampat
Ketua PB HMI Bidang Lingkungan Hidup, Andi Kurniawan Sangiang, menyatakan penerbitan IUP di wilayah Raja Ampat merupakan bentuk kesadaran negara
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahdalia bersikap terbuka terkait banyaknya Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan untuk wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Ketua PB HMI Bidang Lingkungan Hidup, Andi Kurniawan Sangiang, menyatakan penerbitan IUP di wilayah Raja Ampat merupakan bentuk kesadaran negara dalam menjaga pulau-pulau kecil di Raja Ampat.
Andi beranggapan bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM paling bertanggungjawab atas perusakan lingkungan tersebut.
“Penerbitan IUP adalah sikap resmi negara. Artinya mereka (pemerintah) tahu betul ini terjadi perusakan disana (Raja Ampat),” kata Andi kepada wartawan, Kamis (5/6/2025).
Menurutnya, negara tidak boleh secara serampangan menerbitkan IUP meski daerah itu memiliki potensi tambang.
Diungkapkan Andi, negara harus tetap selektif dalam memberdayakan potensi disetiap daerah.
Untuk itu, pihaknya beranggapan bahwa Raja Ampat adalah daerah yang harus mendapat perhatian khusus.
Karena itu, PB HMI meminta Menteri ESDM agar terbuka kepada rakyat terkait proses penerbitan IUP di Raja Ampat.
“Ini kan yang baru tampak ada 4 IUP nikel. Kita tidak tahu yang lain. Ini saja sudah bikin rusak. Pak Bahlil kami minta untuk terbuka bagaimana izin ini bisa terbit di tanah surga di dunia ini," ungkapnya.
Menurut Andi, Raja Ampat merupakan aset Indonesia yang secara luar biasa harus dijaga kondisinya.
Dia beranggapan penerbitan IUP di Raja Ampat sama dengan menghancurkan surga di Indonesia bagian timur.
“Raja Ampat ini surga yang diakui dunia. Disana penuh dengan kelimpahan, alam dan terumbu karang paling indah. Seluruh IUP tambang disana harus dicabut,” tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia akan mengevaluasi keberadaan tambang-tambang nikel yang ada di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Menurut Bahlil, diperlukan perlakuan khusus untuk pembangunan smelter di Papua karena daerah tersebut merupakan otonomi khusus.
Bahlil pun akan memanggil para pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di kawasan Raja Ampat agar bisa mengevaluasi aktivitas pertambangan di sana.
"Nanti saya akan evaluasi. Saya ada rapat dengan dirjen saya, saya akan panggil pemilik IUP, mau BUMN atau swasta. Kita memang harus menghargai karena di Papua itu kan ada otonomi khusus sama dengan Aceh. Jadi perlakuannya juga khusus," katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (3/6/2025).
"Ini mungkin saja saya melihat ada kearifan-kearifan lokal yang belum disentuh dengan baik. Jadi saya akan coba untuk melakukan evaluasi," jelas Bahlil.
Pria yang juga Ketua Umum Partai Golkar itu memastikan keberadaan tambang nikel di Raja Ampat akan disesuaikan dengan kaidah yang terkandung dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Sebagaimana diketahui, keberadaan industri nikel di Raja Ampat tengah menjadi sorotan.
NGO Greenpeace dalam akun media sosial X-nya menyebut Raja Ampat kini sedang berada dalam ancaman industri nikel dan program hilirisasi yang dijalankan pemerintah.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty telah menaruh perhatian pada kasus ini. Ia menegaskan, Raja Ampat merupakan kawasan dengan kekayaan alam luar biasa, mulai dari pantai, hutan, hingga ekosistem laut yang unik.
Keberadaan pertambangan yang tidak terkelola secara baik menjadi ancaman bagi masa depan pariwisata di kawasan tersebut.
“Kita tahu ini sudah diviralkan oleh Greenpeace, banyak demo, karena mereka punya kekhawatiran yang sama kelestarian lingkungan dan keberlanjutan wisata,” ujar Evita pada kunjungan kerja reses Komisi VII DPR RI di Kota Sorong, Papua Barat Daya, Rabu (28/5/2025), dikutip dari Tribun Sorong.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap perusahaan tambang karena semua perizinan dikelola dari pusat tanpa pelibatan maksimal pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum setempat.
Evita meminta agar pemerintah pusat segera mengevaluasi secara menyeluruh terhadap izin-izin tambang yang telah dikeluarkan, terutama di wilayah yang sensitif terhadap pariwisata seperti Raja Ampat.
Politisi perempuan dari PDI Perjuangan tersebut menilai, narasi “pertambangan berdampingan dengan pariwisata” hanyalah ilusi.
Baca juga: Ada Apa dengan Raja Ampat? Semakin Runyam Imbas Protes Tambang Nikel, Polisi Khusus Dibentuk
“Suka tidak suka, kalau ada tambang, tidak mungkin bisa menjaga ekosistem. Bohong itu,” katanya.
Tambang Bawah Tanah Penuh Lumpur, Pekerja Freeport Belum Kunjung Ditemukan |
![]() |
---|
4 Destinasi Wisata di Jawa dengan Pesona Alam Indonesia, Bak Raja Ampat! |
![]() |
---|
Sudah 9 Hari 7 Pekerja Freeport Indonesia Terjebak Longsor Tambang Bawah Tanah, Komunikasi Terputus |
![]() |
---|
Pemerintah Tak Restui Impor BBM, SPBU Swasta Mulai PHK, Shell Dkk Diminta Sinergi dengan Pertamina |
![]() |
---|
Ramai di Media Sosial Pekerja SPBU Swasta Kena PHK karena Stok BBM Kosong, Ini Kata Kemnaker |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.