Penulisan Ulang Sejarah RI
Beda Pendapat antara PDIP dan Menteri HAM Soal Penulisan Ulang Sejarah RI dengan Tone Positif
Menbud RI Fadli Zon menegaskan, penulisan ulang sejarah RI dengan tone positif tidak bertujuan untuk mengorek-orek kesalahan di masa lalu.
Penulis:
Rizkianingtyas Tiarasari
Editor:
Wahyu Gilang Putranto
"Kalau kita hanya mengglorifikasi masa lalu dari sisi terangnya saja, sisi baiknya saja, itu berpotensi karya sejarah terpeleset. Kalau kita ngomongin jeleknya doang, juga enggak bagus. Tapi yang bagus itu kita kedua sisi, bahkan seluruh perspektif ditulis, supaya kita bisa belajar," jelasnya.
"Supaya kita bisa belajar, karena kita hidup sebagai bangsa Indonesia bukan untuk hari ini. Untuk 2 tahun, 10 tahun, untuk selama-lamanya. Makanya harus ada yang dipelajari," sambung Bonnie.
Kemudian, Bonnie meyakini Presiden RI Prabowo Subianto pun ingin memperbaiki situasi Indonesia.
Sehingga, pemerintah harus belajar dari kesalahan masa lalu agar penulisan sejarah ulang ini ada gunanya.
"Iya menurut saya ini momentum untuk kita semua, karena saya yakin Presiden juga melihat ini momentum, apalagi dia mau bersih-bersih, mau perbaiki situasi kondisi kita. Jadi saya pikir kita harus belajar dari masa lalu, jadi penulisan buku ini ada gunanya," papar Bonnie.
Lalu, terkait isu hanya ada 2 kasus pelanggaran HAM berat yang dimasukkan, Bonnie menyebut ada editor yang mengeklaim bahwa semua kasus masuk ke buku sejarah baru.
Yang pasti, Bonnie menekankan, tidak boleh ada sensor yang dilakukan pemerintah terkait kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
"Ya enggak bisa sensor, selektif. Inilah, makanya memori kolektif kita sebagai bangsa hendaknya jangan selektif. Kalau selektif, kita enggak bisa belajar apa-apa," tukasnya.
Menteri HAM: Sudah Benar Itu
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mendukung langkah Menteri Kebudayaan Fadli Zon untuk penulisan sejarah ulang dengan nada positif.
Pigai mengatakan, nada positif dalam penyusunan sejarah itu dimaksudkan untuk memaparkan perjalanan sejarah bangsa dengan apa adanya.
"Itu artinya tidak bermaksud mempositifkan semua peristiwa. Semua peristiwa itu kan up and down, ada titik tertentu baik, titik tertentu jelek gitu kan. Tapi ketika kita menulis fakta peristiwa apa adanya, itu yang namanya tone positif," kata Pigai di kantor Kementerian HAM, Kuningan, Jakarta, Selasa (3/6/2025).
Pigai mengatakan, sejarah Indonesia selama ini masih dalam perdebatan antara mereka yang menerima dan menolak.
Karenanya, ia mendukung gagasan Fadli Zon tersebut.
"Berarti tulis ulang, sudah pas. Benar itu," ujarnya.
Lebih lanjut, Pigai mengatakan, Kementerian HAM akan ikut mengawal penulisan ulang sejarah RI tersebut khususnya terkait kebenaran peristiwa.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.