Sabtu, 4 Oktober 2025

Ungkap Penyelundupan 2 Ton Sabu di Kepri, Kepala BNN Bicara Letak Geografis dan Modus Operandi

Aksi penyelundupan narkotika jenis sabu-sabu seberat 2 ton digagalkan oleh tim gabungan yang terdiri dari Badan Narkotika Nasional (BNN)

Penulis: Sanusi
Editor: Wahyu Aji
KOMPAS.com/PARTAHI FERNANDO WILBERT SIRAIT
BARANG BUKTI SABU - Petugas gabungan menunjukkan bukti 2 ton sabu yang diamankan dari kapal Sea Dragon Tarawa di perairan Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, pada 2 Mei. Konferensi pers digelar di Batam, Kepri, Senin (26/5/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi penyelundupan narkotika jenis sabu-sabu seberat 2 ton digagalkan oleh tim gabungan yang terdiri dari Badan Narkotika Nasional (BNN), Bea dan Cukai, serta TNI AL.

Barang haram tersebut diamankan dari sebuah kapal di perairan utara Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau (Kepri), pada Rabu (21/5/2025).

Kepala Badan Narkotika Nasional Komjen Pol. Marthinus Hukom, menjelaskan mengapa Riau menjadi pintu masuk utama dibandingkan provinsi lain. 

Komjen Pol. Marthinus Hukom mengatakan karena letak geografis Riau yang unik.

Dengan perairan terbuka dan dekat dengan jalur pelayaran Internasional. 

"Ya, Riau memang terletak di Selat Malaka, salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia, dengan 30 persen perdagangan global melintas di sini," ujarnya, Selasa (27/5/2025). 

Berbatasan langsung dengan Malaysia dan Singapura, wilayah ini dinilai menjadi titik transit ideal bagi kapal-kapal yang membawa narkoba dari Golden Triangle (Myanmar-Laos-Thailand) dan Golden Crescent (Afganistan-Pakistan).   

Marthinus Hukom menjelaskan, Kepulauan Riau juga dikenal sebagai labirin yang sulit diawasi.

Tercatat, provinsi ini memiliki 2.408 pulau, dengan garis pantai sepanjang 10.800 km. Kondisi ini menyulitkan pengawasan aparat, sehingga kapal-kapal kecil bisa dengan mudah bersembunyi di antara pulau sebelum masuk ke daratan.  

"Infrastruktur pelabuhan yang ramai dan rentan menjadi jawaban berikutnya. Pelabuhan Dumai dan Batam termasuk yang tersibuk di Indonesia. Volume bongkar muat yang tinggi memudahkan penyamaran narkoba dalam kontainer barang legal, seperti karet, minyak sawit, atau elektronik," ujarnya.  

Kedekatan dengan pasar konsumen. Jakarta dan Sumatera Riau berjarak hanya 40 menit penerbangan dari Jakarta, dan terhubung dengan jaringan distribusi Sumatera. Sabu dari Riau bisa sampai ke ibu kota dalam kurang dari 12 jam via jalur darat dan laut.  

Selain itu, kata Marthinus Hukom, lemahnya pengawasan di perbatasan menjadi faktor berikutnya. Meski ada pos TNI AL dan Bea Cukai, luasnya wilayah membuat hanya 20 persen perairan Riau yang terpantau real-time (data BNN 2023). Kapal-kapal ikan asing sering dijadikan kedok untuk transfer narkoba.  

Modus penyelundupan juga terus berevolusi. Penggunaan kapal tanker palsu (seperti kasus KM Shun Fa Xing yang membawa 1,2 ton sabu) menjadi salah satu contohnya. Penyelundupan via kapal cepat (speedboat) dari Malaysia/Singapura juga menjadi cerita lain. Plus penyamaran dalam kargo ekspor-impor, seperti kasus sabu dalam kemasan tepung terigu (2023).  

Bandingkan dengan daerah lain. Mengapa Bukan Aceh atau Papua? 

Menurut Kepala BNN, Aceh, meski berbatasan dengan Laut Andaman, pengawasan TNI AL lebih ketat karena isu separatis.  Papua: Jarak terlalu jauh dari pusat distribusi (Jakarta). Sedangkan Kalimantan: Perbatasan darat dengan Malaysia lebih mudah dipantau daripada laut.  

Data BNN (2024), Laporan Patroli TNI AL, UNODC, Kementerian Perhubungan, dan kasus-kasus besar narkoba di Riau (2016-2024) menunjukkan peran jaringan kriminal internasional mendukung temuan yang menempatkan Riau sebagai episentrum penyelundupan narkoba ke Indonesia. 

Marthinus menjelaskan, kelompok seperti Sam Gor (Tse Chi Lop) dan Kartel Sinaloa (Meksiko) memanfaatkan Riau karena ditimbang adanya korupsi di pelabuhan. Lalu ada koneksi dengan sindikat lokal yang sudah terbentuk sejak era perdagangan ilegal minyak (BBM selundupan).  

Kasus-kasus besar sebelumnya, seperti di tahun 2016, saat terjadi penyitaan 1 ton sabu di Batam yang dikirim dari Iran. Tahun 2020, terjadi penangkapan 800 kg sabu di perairan Riau oleh TNI AL. Tahun 2023: Penggerebekan gudang narkoba senilai Rp1,2 triliun di Pekanbaru, dan kasus terkini, menunjukkan kebenaran itu. 

Pintu Masuk Lainnya di Indonesia 

Selain Riau, narkoba juga masuk melalui Batam (Kepri): Jalur cepat dari Singapura. Medan (Sumut): Via darat dari Thailand-Malaysia. Surabaya (Jatim): Penyamaran dalam kontainer impor. Balikpapan (Kaltim): Transit dari Filipina. Jayapura (Papua): Masuk dari PNG untuk pasar lokal.  

Sebagaimana dijelaskan Hukom, strategi BNN dan TNI AL untuk menutup celah Riau dilakukan dengan melakukan peningkatan patroli laut dengan radar canggih. Kerja sama intelijen dengan Malaysia/Singapura. Pelibatan masyarakat pesisir sebagai informan.

Kerja keras dan cerdas oleh BNN dan kolaboratornya harus makin erat karena dampak ekonomi dan keamanan narkoba sangat besar sekali  Bayangkan, jika Rp 5 triliun narkoba ini beredar, ia bisa membiayai 500 geng narkoba selama setahun. Sekaligus bisa merusak 50.000 generasi muda (asumsi Rp100 juta/pengguna).  

Marthinus menjelaskan, karena itu, Riau adalah "Soft Target" yang harus diperketat. Karena faktor geografi, infrastruktur, dan lemahnya pengawasan membuat Riau menjadi pintu masuk favorit narkoba. Namun, operasi BNN-TNI AL dan Bea Cukai terbaru membuktikan bahwa kolaborasi bisa menutup celah ini.  

Karena itu, kata Kepala BNN, dalam beberapa kajian ada rekomendasi kebijakan yang meminta penambahan drone pengintai di perairan Riau.

Digitalisasi pelacakan kontainer di pelabuhan. Dan penerapan hukuman mati bagi bandar narkoba transnasional.  

Baca juga: Komjen Pol Marthinus Hukom Rintis Kolaborasi BNN - DEA AS untuk Putus Sindikat Narkoba Internasional

Apapun itu, kasus pengungkapan ini menunjukkan bahwa penyelundupan narkoba adalah masalah sistemik, bukan sekadar tindak kriminal biasa. Riau hanyalah satu titik dalam jaringan global yang harus dilawan dengan strategi terpadu.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved