Rabu, 1 Oktober 2025

Komisi X DPR Tolak Pelabelan Resmi dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia yang Diusulkan Kemenbud

Komisi X DPR RI menegaskan bahwa hasil penulisan ulang sejarah Indonesia tidak boleh diberi label sebagai “sejarah resmi” atau “sejarah resmi baru.” 

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
Tribunnews.com/Chaerul Umam
PENULISAN ULANG SEJARAH - Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian di komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (29/10/2024).  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi X DPR RI menegaskan bahwa hasil penulisan ulang sejarah Indonesia tidak boleh diberi label sebagai “sejarah resmi” atau “sejarah resmi baru.” 

Hal ini disampaikan dalam kesimpulan rapat kerja Komisi X DPR bersama Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia yang dibacakan oleh Ketua Komisi X, Hetifah Sjaifudian.

Penegasan tersebut menjadi salah satu dari enam poin kesimpulan rapat yang membahas urgensi dan proses penulisan ulang sejarah Indonesia secara lebih inklusif, objektif, dan bertanggung jawab secara akademik.

Dalam rapat tersebut, Kementerian Kebudayaan menyampaikan bahwa penulisan ulang sejarah Indonesia mendesak dilakukan untuk menghapus bias kolonial dan menegaskan perspektif Indonesia-sentris. 

Langkah ini dinilai penting untuk menjawab tantangan globalisasi dan perkembangan zaman, memperkuat identitas nasional, menegaskan otonomi penulisan sejarah, serta menjadikan sejarah lebih relevan bagi generasi muda sebagai bagian dari upaya reinventing identitas kebangsaan Indonesia.

Komisi X dan Kementerian Kebudayaan juga sepakat bahwa penulisan sejarah Indonesia harus dilakukan dengan melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan.

Hal ini bertujuan agar buku sejarah yang dihasilkan tidak hanya objektif, transparan, dan komprehensif.

Tetapi juga mampu merepresentasikan memori kolektif bangsa serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah untuk kepentingan pengetahuan dan pendidikan.

Lebih lanjut, Komisi X mendesak Kementerian Kebudayaan untuk memperbaiki komunikasi publik serta meningkatkan sosialisasi dan proses uji publik dalam penulisan sejarah tersebut. 

Hal ini penting dilakukan agar tidak muncul berbagai tafsir yang membingungkan masyarakat atau mengesankan bahwa pemerintah sedang memaksakan satu versi tunggal sejarah.

Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, juga menekankan bahwa proses penulisan tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa. Ia mendorong agar langkah ini dilakukan secara cermat dan terkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.

Dalam rapat tersebut, Komisi X turut meminta Kementerian Kebudayaan untuk memberikan jawaban tertulis atas berbagai pertanyaan anggota dewan yang belum sempat terjawab dalam forum tersebut.

“Komisi X mendesak agar hasil Penulisan sejarah Indonesia tidak diberi label ‘sejarah resmi’ atau ‘sejarah resmi baru’“ kata Hetifah.

Hadir dalam kesempatan itu, Menteri Kebudayaan Fadli Zon, Wamenbud Giring Ganesha dan jajaran Kemenbud lainnya. 

Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, menyampaikan kritik terhadap penggunaan istilah 'sejarah resmi' dalam proyek penulisan ulang sejarah Indonesia yang digagas oleh Kementerian Kebudayaan.  

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved