Senin, 29 September 2025

Jawab Krisis Produksi dan Ancaman Pangan, Legislator PDIP Tegaskan Pentingnya Revisi UU Pangan

Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDIP, Sonny T. Danaparamita menegaskan urgensi dari revisi Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. 

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
dpr.go.id/Azka/Man
ANCAMAN PANGAN - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Sonny T Danaparamita, dalam rapat kerja di Komplek Parlemen, Jakarta. Sonny menegaskan urgensi dari revisi Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDIP, Sonny T. Danaparamita menegaskan urgensi dari revisi Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. 

Ia menjelaskan, berdasarkan rencana yang tertuang dalam RPJMN 2025-2029, Presiden Prabowo Subianto sedang berupaya keras untuk mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia, dan harus didukung semua pihak.

Mengingat, dengan berhasilnya Indonesia meraih kedaulatan pangan maka akan banyak memiliki dampak positif lainnya.

 

Upaya tersebut tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan.

"Kalau bicara urgensinya, tentu soal pangan adalah soal yang penting dan mendesak. Sebagaimana kata Ir. Soekarno sang proklamator bangsa bahwa persoalan pangan adalah persoalan mati hidupnya sebuah bangsa," kata Sonny kepada wartawan, Jumat (23/5/2025).

Namun demikian, lanjut Alumni GMNI ini, saat ini pengelolaan pangan di Indonesia masih penuh dengan tantangan.

Berdasarkan dokumen Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026, Indonesia masih menghadapi kurang optimalnya produksi pangan. 

Dan untuk memenuhi kebutuhan akibat kurangnya produksi pangan ini, maka pemerintah kemudian melakukan upaya impor pangan.

Pada tahun 2024 yang lalu, defisit produksi beras tercatat sebesar 367.595 ton dan kebutuhan cadangan beras pemerintah (CBP) sampai dengan 3 juta ton menyebabkan ketergantungan impor mencapai 4,3 juta ton dan diperkirakan dapat meningkat hingga 6,1 juta ton pada tahun 2029. 

Sementara pada tahun yang sama, produksi daging sapi kita mengalami defisit hingg mencapai 288.261 ton. Dan akibatnya, hampir 95 persen kebutuhan tambahan dipenuhi melalui impor.

Kondisi serupa juga terjadi pada komoditas susu sapi serta komoditas pangan maupun yang terkait dengan pangan.

“Berbicara tentang impor, saat ini kebijakan impor pangan kita memang tidak konsisten. Dan harus diakui, salah satu penyebabnya juga karena ada pasal (yakni pasal 14 dan pasal 36) dalam undang-undang tentang pangan kita yang berpotensi menyebabkan terjadinya hal itu. Dan akibatnya, kita seringkali mengalami fluktuasi harga pangan yang susah dikendalikan, menimbulkan ketidakpastian iklim usaha, dan yang paling memprihatinkan adalah berdampak buruk bagi," ujar anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan ini.

Sonny memandang, masih banyak pasal-pasal dalam undang-undang pangan kita saat ini yang sudah tidak sesuai dengan situasi dan semangat jaman.

Karena itu, tidak heran jika kemudian Komisi IV DPR RI sedang membentuk Panja revisi Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan