Ijazah Jokowi
Polemik Ijazah Jokowi Berlarut-larut, Pakar Hukum Universitas Al Azhar: Sudah Sangat Tak Terkendali
Pakar hukum Universitas Al Azhar, Prof. Suparji Ahmad menilai, isu keaslian ijazah Jokowi ini memang sengaja dipelihara demi kapitalisasi politik.
TRIBUNNEWS.COM - Pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar, Prof. Suparji Ahmad, menilai kasus dugaan ijazah palsu Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sudah tidak terkendali.
Menurutnya, isu keaslian ijazah Jokowi ini memang sengaja dikelola dan dipelihara oleh pihak tertentu demi kapitalisasi secara politik.
Hal ini disampaikan Suparji dalam program Apa Kabar Indonesia Malam yang diunggah di kanal YouTube tvOneNews, Selasa (20/5/2025)
"Ini sudah by design. Karena sudah bertahun-tahun, kemudian redam, tiba-tiba muncul lagi kan gitu loh. Isu ini dikelola sebetulnya kan. Untuk mengkapitalisasi secara politik, kan gitu."
"Karena sebetulnya sederhana, kalau kemudian mau menyelesaikan perkara ini, tunjukkan kalau ijazahnya asli, kan sudah selesai. Tetapi, kan tidak ada mekanisme tentang itu," jelas Suparji.
"Oleh karenanya, memang ini sepertinya ada semacam suatu bentuk ya, bagaimana menjaga isu ini terus berkepanjangan," imbuhnya.
Tidak Terkendali
Selanjutnya, Suparji menilai, tudingan ijazah palsu Jokowi ini sudah sangat tidak terkendali jika dilihat dari sudut pandang hukum.
Bahkan, sampai-sampai polemik ijazah tersebut, berjalan dalam ranah perdata maupun pidana.
"Dan dalam perspektif hukum saya kira ini sudah sangat-sangat tidak terkendali. Ada laporan di Polda, ada laporan di Bareskrim, ada gugatan di Solo, ada gugatan di Sleman dan sebagainya," papar Suparji.
"Dan saya kira ini kan satu proses yang akhirnya berjalan secara perdata dan pidana, gitu," imbuhnya.
Baca juga: Bantah Roy Suryo, Yakup Hasibuan Tegaskan Skripsi Jokowi Ada Lembar Pengesahan: Harus Saya Sampaikan

Suparji mengambil contoh, proses laporan dugaan ijazah palsu yang berjalan di Bareskrim bertujuan untuk menentukan apakah ada unsur pidana atau tidak.
Namun, menurutnya, polemik ijazah Jokowi ini tidak kunjung selesai lantaran tidak adanya kepastian hukum.
"Apa yang terjadi di Bareskrim misalnya, proses penyelidikan kan untuk menentukan apakah ada peristiwa pidana atau tidak. Nah, ketika kemudian sudah ditemukan ada peristiwa pidana, maka akan naik tingkat penyidikan, dan ketika penyidikan, dikumpulkan alat bukti, kemudian menentukan siapa jadi tersangkanya, kan?" ujar Suparji.
"Maka perspektif hukum, kenapa ini tidak segera selesai? Karena tidak adanya kepastian hukum, karena tidak ada suatu bentuk pembuktian, kan gitu," tambahnya.
Suparji juga menilai, soal polemik kasus ijazah Jokowi ini, pihak penggugat lah yang harus memberikan bukti dalam konteks perdata.
"Bahwa kemudian, sebetulnya kan siapa yang menggugat itulah yang kemudian akhirnya harus membuktikan kan. Siapa yang mendalilkan harus membuktikan dalam konteks perdata," papar Suparji.
"Dan dalam hal ini, misalnya UGM sudah menyatakan bahwa secara publik [ijazah] ini adalah asli, maka konsekuensinya adalah bagaimana proses persidangan nanti juga membuktikan tentang itu, karena ada dua sisi kan palsu itu, membuat palsu atau memalsukan," tambahnya.
Selanjutnya, dalam konteks perdata, menurut Suparji Jokowi tidak perlu menunjukkan ijazah ke publik.
"[Jokowi tidak perlu menunjukkan ijazah ke publik] kalau dalam konteks perdata, siapa yang mendalilkan harus membuktikan, kan," jelas Suparji.
"Di sisi lain, tergugat juga punya hak untuk mempertahankan tentang kebenaran tadi itu," pungkasnya.
Baca juga: Jokowi Satu Jam Diperiksa Bareskrim dan Jawab 22 Pertanyaan, Rocky Gerung: Seperti Multiple Choice
Perkembangan Polemik Ijazah Jokowi
Baru-baru ini, Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan ijazah palsu di Bareskrim Polri, Jakarta, pada Selasa (20/5/2025) kemarin.
Berdasarkan pantauan Tribunnews, Jokowi mengenakan kemeja batik cokelat lengan panjang dan peci hitam.
Jokowi diperiksa kurang lebih satu jam lamanya. Ia keluar sekira pukul 10.42 WIB dari gedung Bareskrim Polri.
Sebagaimana diketahui, Bareskrim Polri sudah mulai menyelidiki aduan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) soal tudingan ijazah palsu Jokowi.
Polisi telah memeriksa puluhan saksi dalam rangka penyelidikan.
"Telah melakukan interview terhadap saksi sejumlah 26 orang," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, Rabu (7/5/2025).
Puluhan saksi yang diperiksa berasal dari sejumlah elemen untuk menindaklanjuti aduan soal dugaan cacat hukum ijazah S1 Jokowi.
Adapun saksi yang diperiksa, yaitu pengadu sebanyak 4 orang, staf Universitas Gajah Mada (UGM) sebanyak 3 orang, alumni Fakultas Kehutanan UGM sebanyak 8 orang, Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebanyak satu orang.
Kemudian, pihak percetakan Perdana sebanyak satu orang, staf SMA Negeri 6 Surakarta sebanyak 3 orang, alumni SMA Negeri 6 Surakarta sebanyak 4 orang.
"(Kemudian) Ditjen Pauddikdasmen Kementerian Diknas RI sebanyak satu orang, Ditjen Dikti sebanyak satu orang, KPU Pusat sebanyak satu orang dan KPU DKI Jakarta sebanyak satu orang," ungkapnya.
Selain itu, penyidik memeriksa sejumlah dokumen mulai dari awal masuk menjadi mahasiswa Fakultas Kehutanan sampai lulus skripsi dan beberapa dokumen lain.
Djuhandani menambahkan, pihaknya sudah melakukan uji laboratoris terhadap dokumen-dokumen itu.
"Telah dilakukan uji laboratoris terhadap dokumen awal masuk menjadi mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM sampai dengan lulus ujian skripsi dengan perbandingan dokumen dari teman satu angkatan yang masuk pada tahun 1980 dan lulus tahun 1985," jelasnya.
Kini, polisi masih terus melakukan pendalaman atas aduan tersebut.
Sementara itu, Jokowi juga melaporkan dugaan fitnah dan pencemaran nama baik atas tudingan kasus ijazah palsu ke Polda Metro Jaya.
(Tribunnews.com/Rizki A, Abdi Ryanda Shakti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.