Sabtu, 4 Oktober 2025

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

Kesaksian Penyelidik KPK, Sebut Tak Ada Perintah Langsung Hasto Rintangi Penyidikan Harun Masiku

Penyelidik KPK Arif Budi Raharjo menyatakan tidak ada perintah langsung dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto untuk memerintahkan Harun Masiku kabur.

Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Fahmi Ramadhan
SIDANG HASTO - Penyelidik KPK Arif Budi Raharjo dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus suap dan perintangan penyidikan PAW Harun Masiku dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (16/5/2025). Arif mengatakan tidak ada perintah langsung dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto untuk memerintahkan Harun Masiku kabur. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Budi Raharjo menyatakan bahwa tidak ada perintah langsung dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto untuk memerintahkan Harun Masiku kabur.

Pernyataan ini disampaikan Arif saat dicecar tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail dalam sidang perkara dugaan suap pergantian antar-waktu (PAW) dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku yang menjerat Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (16/5/2025).

Awalnya Maqdir mencecar soal hasil penyadapan tim Komisi Antirasuah terhadap ponsel milik Harun Masiku.

"Dari tim tukang nguping itu apakah ada percakapan langsung antara Hasto dengan Harun mengenai apa yang harus dilakukan Harun?" tanya Maqdir di ruang sidang.

Menanggapi pertanyaan itu, Arif menjelaskan bahwa yang dirinya ketahui bukan percakapan antara Harun dan Hasto melainkan antara Harun dan Nur Hassan.

Baca juga: Ganjar Pranowo Tepis Jadwal Kongres PDIP Diundur Karena Kasus Hasto Kristiyanto

"Jadi percakapan langsung dengan Nur Hasan dengan Harun Masiku," jawab Arif.

Mendengar jawaban itu, Maqdir kemudian bertanya ulang kepada Arif.

Pengacara senior itu menegaskan bahwa komunikasi yang ditanyakan adalah antara Harun Masiku dengan Hasto Kristiyanto.

"Saya tidak tanya Nur Hasan, saya tanya ada atau tidak percakapan antara terdakwa (Hasto) dengan Harun Masiku yang direkam atau yang saudara dengar atau yang direkam tim kemudian didengarkan saudara?" tanya Maqdir lagi.

Baca juga: Lagi, Kubu Hasto Protes saat Jaksa Hadirkan Penyelidik KPK di Sidang Kasus Harun Masiku

"Tidak secara langsung," jawab Arif.

"Tidak secara langsung atau tidak ada?" cecar Maqdir.

"Ada percakapan antara Nur Hasan dan Harun Masiku yang mengutip kata ‘bapak’," ucap Arif.

Lantaran tidak menjawab lugas, Maqdir kembali bertanya kepada Arif apakah penyelidik memiliki bukti komunikasi Hasto dengan Harun Masiku.

Pasalnya, Arif dihadirkan jaksa KPK sebagai saksi fakta untuk membuktikan keterlibatan Hasto dalam perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.

"Yang saya tanya percakapan antara Hasto yang sekarang didakwa perintangan penyidikan, saudara dihadirkan untuk membuktikan perintangan itu, ada tidak?," tanya Maqdir.

"Secara langsung tidak," kata Arif.

Seperti diketahui Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaannya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dolar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Peristiwa bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

Setelah itu, selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

Akan tetapi operasi pengajuan Harun Masiku sebagai anggota DPR masih berlanjut.

Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved