Hadi Poernomo Ditunjuk Jadi Penasihat Prabowo, KPK: Tentu Telah Melalui Proses dan Seleksi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons penunjukan Hadi Poernomo sebagai Penasihat Presiden Bidang Penerimaan Negara.
Saat itu, terdapat bank lain yang mengajukan permohonan yang sama namun ditolak oleh Hadi.
Oleh karena itu, di dijerat dengan pasal Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dalam perkara keberatan pajak satu bank swasta yang diduga merugikan negara hingga mencapai Rp 370 miliar.
KPK menetapkan Hadi sebagai tersangka pada 21 April 2014, bertepatan dengan hari terakhir bagi Hadi menjabat sebagai Ketua BPK.
Setelah menjadi Dirjen Pajak dia juga sempat menjadi Kepala Bidang Ekonomi Dewan Analisis Strategis Badan Intelijen Negara (BIN).
Hadi kemudian melakukan perlawanan dengan menggugat Laporan Hasil Audit Investigasi Inspektorat Bidang Investigasi Irjen Depkeu Nomor: LAP-33/IJ.9/2010 tentang Dugaan Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat/Pegawai DJP dalam Proses Pemeriksaan Dana Keberatan bank swasta, yang menjadi satu alat bukti yang digunakan KPK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Namun, PTUN menolak gugatan tersebut.
Lebih lanjut, atas penetapan tersebut, Hadi mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), tanpa didampingi kuasa hukum.
Dalam putusannya, hakim tunggal PN Jaksel Haswandi mengabulkan permohonan Hadi dan menyatakan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK tidak sah karena penyelidik dan penyidik tidak berasal dari Kepolisian atau Kejaksaan.
Kemudian, KPK mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan tersebut ke Mahkamah Agung (MA).
Permohonan PK tersebut memang ditolak, namun MA menyatakan bahwa PN Jaksel telah melampaui batas kewenangannya untuk menghentikan penyidikan yang dilakukan KPK.
Bahkan, putusan PN Jaksel yang membebaskan Hadi dari status tersangka dapat dikualifikasikan sebagai upaya mencegah, merintangi, menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Tidak berhenti di situ, Hadi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) namun ditolak.
PT TUN enggan mencabut Laporan Hasil Audit Investigasi Inspektorat Bidang Investigasi Irjen Depkeu Nomor: LAP-33/IJ.9/2010 tentang Dugaan Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat/Pegawai DJP dalam Proses Pemeriksaan Dana Keberatan bank swasta yang menjadi alat bukti KPK.
Namun, dia kembali menggugat permohonan tersebut pada tingkat kasasi.
Kemudian, MA mengabulkan gugatan Hadi dan mencabut Laporan Hasil Audit Investigasi yang dijadikan sebagai alat bukti oleh KPK untuk menetapkan Hadi sebagai tersangka.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.