Senin, 6 Oktober 2025

Hati-hati Aturan Baru, Tampilkan Satwa Dilindungi di Media Sosial Kini Bisa Dipenjara

Meski sudah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2024, Kemenhut menyadari masih banyak masyarakat yang belum memahami substansi aturan tersebut. Untuk itu,

Tribun Pekanbaru/Theo Rizky
Sebanyak 21 hewan yang diamankan pihak BBKSDA Riau tengah mendapatkan perawatan secara intensif di Kantor BBKSDA Riau, Pekanbaru, Kamis (23/2). Sehari sebelumnya, pihak BBKSDA Riau mengamankan 30 satwa dari tempat pemiliknya HA di Jalan Sentosa Pekanbaru, 14 diantaranya merupakan satwa langka , namun sayangnya sebanyak sembilan ekor hewan telah mati. Adapun jenis satwa langka dan dilindungi tersebut diantaranya adalah macan dahan, lutung emas, elang dan berang-berang. TRIBUN PEKANBARU/THEO RIZKY 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat diimbau lebih waspada dalam memamerkan hewan peliharaan, khususnya satwa langka dan dilindungi, di media sosial. Kementerian Kehutanan menegaskan bahwa tindakan tersebut kini dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan terbaru dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

“Kalau berdasarkan Undang-Undang 32 yang sekarang, mempertontonkan itu sudah pidana,” tegas Direktur Penindakan Pidana Kehutanan Kementerian Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu dalam konferensi pers di Kantor Kemenhut RI, Jakarta, Selasa (6/5/2025).

Pasal 21 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2024 mengatur larangan memburu, menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan/atau memperdagangkan satwa dilindungi dalam keadaan hidup. Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dijerat dengan sanksi pidana, termasuk penjara maksimal 5 tahun.

Rudianto menjelaskan bahwa memamerkan satwa langka di platform seperti YouTube, X (dulu Twitter), hingga Facebook dapat mendorong publik untuk ikut memelihara hewan serupa. Dampaknya bukan sekadar visualisasi, namun juga membuka celah terhadap potensi perdagangan ilegal.

“Karena itu bisa menimbulkan keinginan, bisa menimbulkan jual beli dan lainnya, itu pidana,” ujarnya.

Baca juga: Perdagangkan Satwa Dilindungi Via Facebook, Pria Banyumas Ditetapkan sebagai Tersangka

Meski sudah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2024, Kemenhut menyadari masih banyak masyarakat yang belum memahami substansi aturan tersebut. Untuk itu, pemerintah masih memberikan masa transisi berupa sosialisasi selama dua tahun sebelum penindakan tegas dilakukan.

Namun Rudianto menekankan bahwa setelah masa sosialisasi berakhir, semua pihak yang mempertontonkan satwa langka—bahkan jika sudah memiliki izin resmi—dapat tetap dikenai sanksi jika melanggar ketentuan penyebarluasan ke publik.

Saat ini, strategi penegakan hukum Kemenhut lebih difokuskan untuk membongkar jaringan besar di balik perdagangan satwa liar. Para bandar atau otak dari bisnis ilegal ini menjadi target utama karena dinilai memperoleh keuntungan paling besar dan menjadi penggerak utama rantai peredaran satwa langka.

“Kemarin kita Tenggiling itu yang kita dapat adalah kurir, sama yang ngantar. Pemiliknya itu salah satu lembaga dalam swasta. Nah itu yang kita cari itu yang di belakangnya, yang benar-benar pemilik ownership-nya,” ujar Rudianto.

Baca juga: Prabowo Akui 200 Kasus Keracunan di Program Makan Bergizi Gratis, Tapi Keberhasilan 99,9 Persen

Selama ini, penindakan masih banyak menyasar kurir atau pihak pengantar, sementara aktor intelektual di balik bisnis perdagangan satwa dilindungi belum banyak tersentuh.

Pemerintah berharap, dengan regulasi ketat dan pengawasan digital yang ditingkatkan, rantai perdagangan satwa langka dapat diputus secara sistematis.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved