Kamis, 2 Oktober 2025

Mantan Jaksa Agung Sebut Putusan Terbaru MK Soal UU ITE Mukjizat

Menurut Marzuki yang juga Ketua Badan Pengurus Amnesty International Indonesia itu, putusan tersebut juga merupakan kemajuan.

Penulis: Gita Irawan
Tribunnews.com/Gita Irawan
UU ITE - Mantan Jaksa Agung RI Marzuki Darusman saat Peluncuran Laporan Tahunan HAM Amnesty International terkait situasi hak asasi manusia di 150 negara termasuk Indonesia, di kantor Amnesty International Indonesia, Menteng Jakarta pada Selasa (29/4/2025). Marzuki menyebut putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Eelektronik (ITE) sebagai mukjizat. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Jaksa Agung RI Marzuki Darusman menyebut putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagai mukjizat.

Menurut Marzuki yang juga Ketua Badan Pengurus Amnesty International Indonesia itu, putusan tersebut juga merupakan kemajuan.

Baca juga: Polri Akan Adaptasi Putusan MK soal Batasan Pasal Karet di UU ITE

Hal itu disampaikan Marzuki saat Peluncuran Laporan Tahunan HAM Amnesty International terkait situasi hak asasi manusia di 150 negara termasuk Indonesia, di kantor Amnesty International Indonesia, Menteng Jakarta pada Selasa (29/4/2025).

"Pada hari ini ada mukjizat yaitu, sudah diketahui mungkin ya, keputusan MK mengenai beberapa pasal ITE tidak berlaku bagi kita yang mengkritik kemudian dituduh mencemarkan kehormatan," ungkap Marzuki yang juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Kabinet era Presiden Abdurrahman Wahid itu.

"Jadi ini suatu kemajuan. Jadi tidak semua yang terjadi di Indonesia ini membuat kita suram. Ada titik-titik yang terang yang memulai terjadi sekarang. Dan itu tidak bisa dijelaskan juga kenapa itu terjadi. Tiba-tiba saja di luar dugaan keluarlah keputusan MK yang semacam itu," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan pentingnya perlindungan terhadap kebebasan berpendapat di negara demokrasi dan perdebatan serta kritik di ruang digital tidak bisa dipidana. 

Dalam Putusan Nomor 115/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Selasa (29/4/2025) di Gedung MK, Jakarta, Mahkamah menyatakan kritik yang disampaikan untuk kepentingan umum tidak dapat dipidana hanya karena menimbulkan perdebatan di ruang digital.

Mahkamah juga mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Jovi Andrea Bachtiar, seorang jaksa yang menggugat sejumlah ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). 

Salah satu poin penting yang dikabulkan adalah pembatasan makna “kerusuhan” dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU ITE.

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Putuskan Batasan Kerusuhan dalam UU ITE, Ini Implikasinya

Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menegaskan bahwa hukum tidak boleh digunakan untuk membungkam kritik terhadap penyelenggara negara, apalagi kritik yang bertujuan menjaga akuntabilitas dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

"Kerusuhan adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber," demikian isi amar putusan.

Mahkamah juga mengingatkan, prinsip negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menghendaki adanya perlindungan atas kebebasan berekspresi.

Penegakan hukum tidak boleh mengabaikan hak warga negara untuk mengkritik penyelenggara pemerintahan demi kepentingan umum.

Dalam salinan putusan, MK juga menyebutkan pemidanaan terhadap kritik di ruang digital berisiko merusak prinsip demokrasi dan berpotensi menimbulkan efek jera terhadap masyarakat dalam menyuarakan pendapat.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved