Sabtu, 4 Oktober 2025

Anak Legislator Bunuh Pacar

Uang Rp 1 Triliun Dibundel-bundel, Kejagung Diminta Usut Seluruh Perkara 'Dimainkan' Zarof Ricar

Boyamin minta Kejagung memprioritaskan pengembangan penyelidikan terhadap uang tunai sekitar Rp 1 triliun yang ditemukan dalam beberapa bundel dengan

Penulis: Fahmi Ramadhan
Kolase Tribunnews
Rumah mantan Kepala Badan Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, di Jalan Senayan nomor 8, Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (28/10/2024). Dari penggeledahan di rumah mantan pejabat MA itu, penyidik Kejaksaan Agung menemukan uang tunai berbagai mata uang asing dengan total hampir Rp1 triliun dan emas 51 kilogram. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman, mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera membongkar semua kasus dugaan suap dan gratifikasi pengaturan perkara di pengadilan yang berkaitan dengan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar, selaku tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Boyamin minta Kejagung memprioritaskan pengembangan penyelidikan terhadap uang tunai sekitar Rp 1 triliun yang ditemukan dalam beberapa bundel dengan tulisan kode terkait perkara di rumah Zarof.

Boyamin menduga satu bundel uang tersebut terkait satu titipan penanganan perkara.

“Itu kan sudah dibundel-bundel sama Zarof. Ada yang bundel Rp10 miliar, Rp20 miliar. Konon yang terbesar Rp200 miliar. Nah, yang di atas Rp10 miliar pasti dia ingat pemberinya. Apalagi yang di atas Rp.100 miliar (pasti ingat),” ujar Boyamin kepada wartawan, Selasa (29/4/2025).

Ia menekankan bahwa penyidik sebaiknya memprioritaskan pelacakan sumber uang tersebut, yang dapat berujung pada aparat penegak hukum yang terlibat.

Ia juga menegaskan pentingnya untuk menindak siapapun yang terlibat dalam tindakan korupsi ini. Tidak hanya pihak penerima dan pemberi suap, tapi juga orang-orang yang turut membantu harus diproses hukum.

Boyamin berpandangan bahwa penanganan kasus ini sebaiknya dilakukan sepenuhnya oleh Kejagung agar tidak tercipta kekacauan dengan melibatkan berbagai lembaga penegak hukum lainnya, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri.

Baca juga:  Skandal Uang Haram Rp 1 Triliun Dikuliti, Makelar Kasus Zarof Ricar Tertunduk Jadi Tersangka TPPU

Menurut Boyamin, KPK sekarang jadi penonton. Mereka sebaiknya berfungsi sebagai pengawas saja dalam kasus ini.

Menurutnya, terkait kasus Zarof Ricar ini, KPK sebaiknya baru berperan sebagai supervisi atau ambil alih jika Kejagung menemukan kendala. Sementara, Polri diharapkan lebih fokus pada penegakan keamanan dan ketertiban masyarakat.

"Lah wong KPK sekarang jadi penonton, masak dikasih bagian (ikut menyelidiki). Nanti tambah kacau,” kata dia.

Boyamin menyambut baik langkah Kejagung turut menejrat Zarof Ricar dengan sangkaan TPPU. Dari situ, diharapkan Kejagung turut memproses hukum pihak-pihak yang terlibat, pemberi, penerima dan yang membantu suap dan gratifikasinya.

Lebih lanjut, Boyamin menjelaskan bahwa TPPU memiliki konsekuensi hukum yang lebih berat dibandingkan gratifikasi.

“Kalau TPPU selain dirampas hartanya, orangnya juga dihukum. Kalau TPPU bisa kena penjara bisa 10 tahun, 20 tahun, atau penjara seumur hidup. Kalau gratifikasi hanya berapa tahun kan,” papar Boyamin.

Baca juga: Mewahnya Kapal Yacht Advokat Ariyanto Bakri di Dermaga Elite Ancol, Biaya Parkir Tembus Rp300 Juta

Jika hanya gratifikasi seolah mereka yang memberi tidak perlu diusut karena seolah hanya memberi hadiah. Dijelaskannya, kasus Zarof Ricar ini berkaitan dengan pembelokan perkara hukum. Jadi ketika ada orang yang mau membayar mahal, memberi uang di atas Rp.1 miliar, menurut Boyamin, bisa dipastikan tujuannya untuk memenangkan perkara.

“Dalam kasus hukum itu tidak ada, karena senang perkaranya menang terus memberikan hadiah. Jadi tidak ada itu, tidak ada ba bi bu terus tiba-tiba menang, terus memberikan (hadiah) ucapan terima kasih, itu tidak ada. Kalau ada aliran uang, sekalipun diberikan setelah putusan, pasti sudah ada deal sebelumnya. Apapun itu suap dan lainnya,” kata Boyamin.

Oleh karena itu, Boyamin tidak setuju jika para penegak hukum hanya mengenakan pasal gratifikasi. Semestinya mereka dikenai dengan pasal suap.

Dua Kasus Belum Selesai, Sang Makelar Kasus Kena TPPU

ZAROF TERSANGKA TPPU: Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) sekaligus makelar kasus Zarof Ricar usai jalani sidang kasus pemufakatan jahat kasasi vonis bebas Ronald Tannur dan gratifikasi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/4/2025). Zarof hanya tertunduk dan bungkam saat ditanya soal penetapan dirinya sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
ZAROF TERSANGKA TPPU: Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) sekaligus makelar kasus Zarof Ricar usai jalani sidang kasus pemufakatan jahat kasasi vonis bebas Ronald Tannur dan gratifikasi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/4/2025). Zarof hanya tertunduk dan bungkam saat ditanya soal penetapan dirinya sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). (Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan)

Belum lepas dari jeratan kasus upaya suap Rp 5 miliar vonis bebas pelaku pembunuhan, Ronald Tannur dan gratifikasi sekitar Rp 1 triliun terkait pengurusan sejumlah perkara, mantan pejabat MA Zarof Ricar kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus TPPU oleh Kejagung pada Senin, 28 April 2025.

"Penyidik juga telah menetapkan ZR sebagai tersangka dalam TPPU dalam dugaan tindak pidana pencucian uang," kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, di Kompleks Kejagung, Jakarta, Senin (28/4/2025). 

Harli menambahkan, sebagai tindak lanjut kasus TPPU, penyidik telah melakukan pemblokiran terhadap surat maupun aset-aset milik Zarof dan keluarganya di Jakarta Selatan, di kota Depok, dan di Pekanbaru.

Baca juga: Pengembangan Kasus Fachry Albar, Polda Metro Jaya Akan Dalami Peredaran Kokain di Jakarta

Menurut Harli, penyidik juga melakukan penggeledahan di daerah Senopati, Jakarta Selatan. Berdasarkan dokumen yang diberikan Kejagung, penggeledahan itu disaksikan anak dan istri dari Zarof.

Kasus ini bermula saat Kejagung menetapkan dan menahan Zarof Ricar pada Oktober 2024, Kejagung. 

Zarof Ricar selaku mantan pejabat MA diduga terlibat bersama beberapa orang berupaya menyuap hakim kasasi perkara untuk terdakwa pembunuhan, Gregorius Ronald Tannur sebesar Rp 5 miliar. Pemufakatan itu dilakukan bersama-sama dengan pengacara Ronald, Lisa Rachmat, agar putusan kasasi menguatkan vonis bebas Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya.

Namun akhirnya Ronald divonis 5 tahun penjara di tingkat kasasi. Dalam putusan kasasi tersebut tiga hakim tidak bulat memutus Ronald bersalah. Ketua hakim kasasi yakni Soesilo berbeda pendapat (dissenting opinion) dan menyatakan Ronald tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan.

Saat proses penggeledahan di dua tempat tinggalnya di Senayan, Jakarta dan Hotel Le Meridien, Bali, Kejagung menemukan uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing dengan nilai total Rp 920,9 miliar dan emas batangan seberat 51 kilogram atau setara Rp 95,2 miliar (28 April 2025). Total uang dan emas tersebut senilai Rp 1, 016 triliun.

Uang dan emas itu diduga berasal dari para pihak yang memiliki perkara alias makelar kasus di lingkungan pengadilan baik ditingkat pertama, banding, kasasi maupun peninjauan kembali.

Dalam pemeriksaan penyidik Kejagung, Zarof mengaku uang dan emas sekitar Rp 1 triliun itu didapatnya dari hasil gratifikasi pengurusan perkara sejak 10 tahun menjabat di MA pada tahun 2012 hingga Februari 2022.

Selama bekerja di MA, Zarof pernah menjabat sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung atau eselon II a periode 30 Agustus 2006 sampai 1 September 2014.

Baca juga: Dedi Mulyadi Bakal Bawa Pelajar di Jabar yang Suka Tawuran Hingga Main Mobile Legend ke Barak TNI

Jabatan Zarof lalu meningkat di Oktober 2014 hingga Juli 2017. Dia menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI eselon II a.

Zarof Ricar kemudian menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan hukum dan peradilan Mahkamah Agung eselon I a periode Agustus 2017 sampai 1 Februari 2022. Jaksa menyebut jabatan-jabatan tersebut dimanfaatkan Zarof mengurus perkara di MA.

"Berdasarkan keterangan yang bersangkutan uang ini dikumpulkan mulai tahun 2012-2022 karena 2022 sampai sekarang yang bersangkutan sudah purna tugas. Dari mana uang ini berasal? Menurut keterangan yang bersangkutan bahwa ini diperoleh dari pengurusan perkara, sebagian besar pengurusan perkara," ujar Direktur Penyidikan Jampdisus Kejagung RI, Abdul Qohar dalam konferensi pers di kantor Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Jum'at 25 Oktober 2024.

Atas kasus tersebut, Zarof Ricar dijerat sangkaan melakukan permufakatan jahat upaya suap terkait kasasi vonis bebas Ronald Tannur dan gratifikasi Rp 1 trilliun

Baca kelanjutan kasus dugaan suap terkait kasus Zarof Ricar dan berita-berita terkini lainnya hanya di Tribunnews.com
 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved