RUU KUHAP
Komisi III DPR Tetap Minta Masukan Masyarakat Meskipun RUU KUHAP yang Baru Punya Banyak Kelebihan
Tujuannya, agar KUHAP yang baru benar-benar menjadi produk hukum yang berpihak pada keadilan dan perlindungan hak asasi manusia.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi III DPR RI, Dr Habiburokhman, SH MH menegaskan bahwa penyusunan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang baru tetap terbuka terhadap masukan dari masyarakat.
Tujuannya, agar KUHAP yang baru benar-benar menjadi produk hukum yang berpihak pada keadilan dan perlindungan hak asasi manusia.
Baca juga: Berbeda dengan Revisi UU TNI, Pimpinan DPR Pastikan Pembahasan Revisi KUHAP Tak Terburu-buru
“Kami minta masukan dari masyarakat. Draft RUU KUHAP bisa diunduh di situs DPR RI atau dimintakan langsung ke Sekretariat Komisi III. Segala bentuk masukan sangat kami harapkan,” ujar politisi Partai Gerindra itu, Kamis (17/4/2025).
Habiburokhman menjelaskan, KUHAP yang berlaku saat ini sudah berusia lebih dari 44 tahun dan dinilai tidak lagi relevan, terutama dalam melindungi hak-hak tersangka dan memberikan peran yang kuat kepada advokat dalam proses hukum.
Baca juga: Pakar Hukum Dorong DPR dan Pemerintah Transparan saat Bahas RUU KUHAP
“Banyak keluhan terkait minimnya perlindungan bagi tersangka dan lemahnya posisi advokat. Akibatnya, masih sering terjadi penahanan sewenang-wenang bahkan penyiksaan,” katanya.
Penguatan Perlindungan Hak Tersangka
RUU KUHAP versi terbaru mengatur secara khusus hak-hak tersangka dalam Bab VI tentang Tersangka dan Terdakwa (Pasal 50–68).
Salah satu poin pentingnya adalah Pasal 52, yang menegaskan hak tersangka untuk memberikan keterangan secara bebas, tanpa tekanan atau intimidasi.
“RUU ini memperbaiki pengaturan sebelumnya yang terlalu umum. Kini diatur lebih detail, termasuk melalui Pasal 134 yang mencantumkan 17 jenis hak tersangka, seperti hak didampingi advokat sejak awal, hak atas rekaman pemeriksaan, hingga hak mengajukan keadilan restoratif,” ungkapnya.
Penguatan Peran Advokat
Dalam RUU KUHAP, advokat diberikan nomenklatur sebagai penasihat hukum dan ditempatkan sebagai bagian dari aparat penegak hukum.
Pengaturannya termuat dalam Bab VIII (Pasal 140–146), serta Pasal 33, yang memperluas peran penasihat hukum dari pasif menjadi aktif, termasuk menyatakan keberatan selama pemeriksaan.
“Selama ini, advokat hanya bisa hadir dan mendampingi. Sekarang, mereka juga bisa menyatakan pendapat hukum saat klien diperiksa. Ini akan memperkuat posisi mereka sebagai penegak hukum,” jelas Habiburokhman.
Baca juga: Survei LSI: Mayoritas Publik Dukung Transparansi dan Kesetaraan Penyidik dalam Revisi KUHAP
Penetapan Tersangka Lebih Transparan
Jika selama ini penetapan tersangka dinilai multitafsir, RUU KUHAP mengakomodasi ketentuan yang lebih jelas, seperti termuat dalam Pasal 85 dan 86, yakni harus berdasarkan minimal dua alat bukti; larangan mengumumkan status tersangka ke publik (kecuali perkara tertentu); kewajiban penyidik memberi tahu penetapan tersangka dalam waktu maksimal satu hari.
RUU KUHAP
Komisi III Jawab KPK Soal Izin Penyitaan dari Pengadilan dalam RKUHAP: Demi Negara Hukum yang Tertib |
---|
Komisi III DPR Pastikan Terbuka Jika KPK Ingin Bahas RKUHAP |
---|
Dasco Minta Komisi III DPR Segera Bahas RUU KUHAP dengan KPK |
---|
KPK Sampaikan 17 Poin Kritis RKUHAP, Komisi III DPR Bantah Upaya Lemahkan KPK |
---|
Abraham Samad Sebut RUU KUHAP Akan Mempersulit KPK Berantas Korupsi |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.