Kasus Suap Ekspor CPO
Suap Para Hakim, IPW Ungkit Zarof Ricar Si Penampung Uang Rp 915 Miliar untuk 'Amankan' Para Hakim
Kejagung kembali mengungkap tiga hakim diduga terima suap Rp 22,5 miliar dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mengungkap judicial corruption (korupsi para hakim).
Sebelumnya Kejagung mengungkap suap terhadap 3 hakim dalam perkara Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya.
Kini Kejagung kembali mengungkap tiga hakim diduga terima suap Rp 22,5 miliar dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).
"Sebab dengan dibongkarnya kasus-kasus yang melibatkan hakim sebagai pelaku yang nakal maka akan membuat kepercayaan publik terhadap hukum dan keadilan meningkat," ujar Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, Senin (14/4/2025).
Tapi kenapa Kasus Zarof Ricar Loyo?
Kendati begitu, IPW mempertanyakan mengapa dalam kasus Zarof Ricar justru Kejagung menjadi loyo tidak mengungkap sumber dana dan posisi Zarof sebagai gate keeper.
"Pasalnya uang sebesar Rp 915 miliar yang disita Kejagung dalam kasus Zarof itu adalah uang yang digunakan untuk mengamankan hakim-hakim lain yang akan bersidang," ujar Ketua IPW Teguh.
Hal ini merujuk pada dakwaan yang diajukan jaksa kepada Zarof yaitu terkait gratifikasi pada dakwaan kedua bukan suap menyuap.
"Dalam pola korupsi memang ada yang namanya gatekeeper.
Itu adalah orang yang menjadi penyimpan dari uang-uang haram menjadi penyimpan," ujarnya.
Menurut dia pada kasus-kasus korupsi yang banyak ditemukan di Amerika Serikat, selalu ada satu sosok yang disebut sebagai gate keeper tersebut.
Seperti diketahui, dalam perkara Ronald Tannur di PN Surabaya mengalir uang puluhan miliar.
Berawal dari Kasus Ronald Tannur
Hal itu terjadi diawali pada 24 Juli 2024, hakim memutus bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur dalam kasus tewasnya Dini Sera.
Majelis hakim yang mengadili Ronald Tannur ini diketuai oleh Erintuah Damanik dengan hakim anggota Mangapul dan Heru Hanindyo menyatakan Ronald Tannur tidak terbukti melakukan pembunuhan ataupun penganiayaan sebagaimana yang diuraikan jaksa dalam dakwaannya.
"Kejanggalan putusan ini membuat kejaksaan menelisik benang merahnya selama tiga bulan.
Melalui bukti yang cukup kuat, akhirnya pada 23 Oktober 2024, tiga hakim pemutus perkara Ronald Tannur ditangkap bersama seorang pengacaranya, Lisa.
Dari penanganan terhadap hakim dalam dugaan vonis bebas tersebut kemudian berkembang menangkap Rudi Suparmono, mantan Ketua PN Surabaya.
Dari kasus di PN Surabaya itu, Kejagung mencium aroma yang sama dalam putusan penanganan perkara korporasi dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada industri kelapa sawit pada Januari-April 2022 yang ditangani PN Jakarta Pusat dan diputus bebas pada 17 Maret 2025.
Akibatnya, Muhammad Arif Nuryanta yang saat ini menjabat ketua PN Jakarta Selatan ditangkap Kejagung pada Sabtu, 12 April 2025 bersama Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata pada PN Jakarta Utara serta dua advokat yakni Marceila Santoso dan Aryanto.
Diduga ada aliran uang senilai Rp 60 Miliar yang mengalir ke Arif Nuryanta.
Tidak berhenti kepada empat orang itu saja menjadi tersangka dan ditahan, Kejagung hanya selang sehari menahan tiga orang hakim yakni Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto sebagai tersangka pada Minggu, 13 April 2025.
Ketiganya yang memvonis bebas tiga korporasi yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dimana Djuyamto sebagai hakim ketua dengan anggota hakim Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom,
"Oleh karena itu, dengan terbongkarnya kasus suap menyuap tersebut masyarakat berharap bahwa sistem peradilan bekerja secara adil, jujur, transparan dan bebas dari pengaruh politik dan uang," ujar Teguh.
Kejagung: Bukan berasal dari kasus Zarof Ricard
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan, pengembangan kasus ekspor CPO ini bukan berasal dari dugaan adanya aliran dana eks pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar yang juga terlibat dalam kasus Ronald Tannur.
Harli mengatakan, semenjak tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dibebaskan dari jeratan hukum, penyidik telah mencurigai pernyataan hakim yang menyebutkan perbuatan para terdakwa ini dinyatakan bukan suatu tindak pidana atau ontslag.
“Jadi begini, kan penyidik setelah putusan ontslag ya tentu menduga ada indikasi tidak baik, ada dugaan tidak murni ontslag itu,” kata Harli dikutip dari Kompas.com.
Penyidik pun dikatakan melakukan pengembangan dan menelusuri jejak-jejak yang ada. Salah satunya dari barang bukti elektronik yang ada di kasus PN Surabaya.
Dalam percakapan itu, ditemukan nama Marcella Santoso yang juga menyinggung pemberian suap senilai Rp 60 miliar.
“Ketika dalam penanganan perkara di Surabaya, ada juga informasi soal itu. Soal nama MS itu. Dari barang bukti elektronik,” ujar Harli.
“Kita tidak di situ (soal aliran dana Zarof). Karena fokusnya sekarang, seperti disampaikan Dirdik tadi, ada janji Rp 60 miliar itu,” katanya lagi.
Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.