AIPKI: Dualisme Kolegium Setelah Terbit UU Kesehatan Picu Ketegangan Antardokter
Wisnu berharap MK dapat mengembalikan posisi, fungsi, dan kewenangan kolegium sebagaimana sebelum berlakunya UU 17/2023.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) menyoroti perubahan posisi kolegium pasca-terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Ketua AIPKI Wisnu Barlianto menyebut aturan baru itu menimbulkan dualisme kebijakan antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Pendidikan, Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek)
"Jadi kalau kita melihat implikasi perubahan posisi dan komposisi kolegium kesehatan pasca Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 dan PP 28 tahun 2024. Yang pertama, kerjasama menjadi tidak harmonis," kata Wisnu dalam sidang perkara 111/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa (30/9/2025).
“Sebagai contoh pelaksanaan uji kompetensi menimbulkan ketegangan dan kegelisahan bagi penyelenggara pendidikan yang notabene fakultas kedokteran maupun calon dokter dan calon dokter spesialis,” sambungnya.
Wisnu menilai perubahan tersebut membuat kerja sama antara AIPKI, rumah sakit pendidikan, dan kolegium tidak lagi harmonis. Bahkan berisiko besar bagi pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Menurutnya, perubahan posisi kolegium yang kini lebih dominan justru berisiko besar bagi pendidikan kedokteran dan dapat berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan masyarakat.
Wisnu berharap MK dapat mengembalikan posisi, fungsi, dan kewenangan kolegium sebagaimana sebelum berlakunya UU 17/2023.
“Akhirnya, apa yang menjadi harapan AIPKI adalah yang pertama, mengembalikan pembentukan posisi, komposisi tugas dan fungsi dan kemenangan kolegium sebagaimana sebelum Undang-Undang 17 tahun 2023,” tutur Wisnu.
“Kemudian yang kedua, kembali terjalin kerja sama harmonis dan kondusif tanpa dualisme dan kecenderungan mendominasi oleh satu sisi. Yang ketiga, AIPKI, ARSPI, dan kolegium terbangun kerja sama dalam kesejahteraan dengan payung harmonis antara Kemendikti dan Kemenkes,” pungkasnya.
Sebagai informasi, regulasi baru ini menghapus Undang-Undang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran, sekaligus mengatur pembentukan dan kewenangan kolegium di bawah Kemenkes.
Sebelumnya, kolegium merupakan badan otonom yang dibentuk oleh organisasi profesi dan berkoordinasi dengan Kemendikti Saintek.
Dengan perubahan ini, AIPKI menilai terjadi pergeseran kewenangan yang menimbulkan dualisme antara kebijakan pendidikan tinggi dan kebijakan kesehatan.
Diketahui, peraka 111 ini dimohonkan oleh Djohansjah Marzoeki. Seorang dokter sekaligus Guru Besar Emeritus Ilmu Kedokteran Bedah Plastik Universitas Airlangga.
Ia menguji Pasal Pasal 1 angka 26, 272(2), 272(5), 421(2)b, 45i UU Kedokteran yang pada intinya fokus pada definisi & status kolegium, kewenangan disiplin/etika profesi, serta pengaturan kelembagaan kesehatan.
Ikan Hiu Goreng yang Jadi Menu MBG Mengandung Logam Berat Berbahaya, Bisa Bikin Keracunan |
![]() |
---|
Bully dalam Pendidikan Dokter: Antara Kekerasan dan Pembentukan Mental |
![]() |
---|
Jangan Berikan Obat Diare saat Anak Keracunan Makanan, Akibatnya Fatal, Racun Tak Keluar |
![]() |
---|
Ribuan Anak Keracunan MBG, Ketua IDAI: Indonesia Harusnya Bisa Belajar dari Malaysia |
![]() |
---|
Riwayat Pendidikan Ahli Gizi Dokter Tan Shot Yen, Sosoknya Viral usai Kritik Program MBG |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.