Revisi UU TNI
Jelang RUU TNI Disahkan, Amnesty Tetap Was-was meski DPR Klaim Ada Titik Temu saat Audiensi
Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, mengatakan pembahasan revisi UU TNI hingga kini masih menyisakan ketidakpastian.
Penulis:
Milani Resti Dilanggi
Editor:
Sri Juliati
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad mengklaim bahwa sudah ada titik temu yang dihasilkan dari audiensi bersama masyarakat sipil.
"Tadi kita sudah lakukan audiensi dengan teman-teman dari Koalisi Masyarakat Sipil. Pertemuan tadi berjalan dengan hangat, lancar, diskusi, dan dialog yang membangun, dan ada kesepahaman dengan kedua belah pihak. Insya Allah saya pikir ada titik temu," ujar Dasco di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (18/3/2025).
"Dan kita akan lakukan ini tidak cuma kali ini, untuk kemudian setiap pembahasan-pembahasan revisi UU," sambungnya.
Dasco mengklaim telah mengakomodasi masukan-masukan dari para aktivis.
"Kami memberikan penjelasan sekaligus juga mengakomodasi. Karena dari kemarin sebenarnya ini diskusi-diskusinya sudah intens," imbuh Dasco.
Diketahui, sejumlah aktivis dari unsur sipil menyambangi Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/3/2025) siang.
Sejumlah perwakilan LSM yang hadir adalah Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid, pihak Transparency International Natalia Soebagyo, dan peneliti Imparsial Al Araf.
Mereka menyerahkan petisi penolakan Revisi UU (RUU) TNI yang saat ini sedang dalam pembahasan.
Sejumlah pokok masalah yang termuat dalam petisi tersebut antara lain agenda reformasi peradilan militer yang seharusnya didorong pemerintah dan DPR, kekhawatiran kembalinya dwifungsi ABRI melalui penempatan prajurit TNI aktif di jabatan sipil, desakan untuk menertibkan pelanggaran terhadap UU TNI terkait penempatan prajurit TNI aktif di jabatan sipil yang telah terjadi selama ini, usulan TNI membantu penanganan masalah narkoba dalam DIM pemerintah, selain itu juga soal revisi klausul pelibatan militer dalam operasi militer selain perang (OMSP) tanpa perlu persetujuan DPR.
Selain itu, mereka juga mendesak kepada pemerintah dan DPR untuk memodernisasi alutsista, memastikan TNI adaptif terhadap ancaman eksternal, meningkatkan kesejahteraan prajurit, memperhatikan keseimbangan gender dalam organisasi TNI hingga jaminan linkungan kerja yangbaman dan bebas dari diskriminasi.
(Tribunnews.com/Milani/Reza Deni) (Kompas.com/Adhyasta Dirgantara)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.