Anak Legislator Bunuh Pacar
VIDEO Momen Ronald Tannur Menahan Tangis, Minta Maaf ke Ibunya di Sidang Suap Vonis Bebas
"Saya menyesal, jika saya tidak pergi malam itu, jika saya menuruti kata-kata ibu saya, mungkin tidak ada kejadian seperti ini."
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gregorius Ronald Tannur menahan air mata saat hadir sebagai saksi dalam sidang suap vonis bebasnya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (17/3/2025).
Di hadapan majelis hakim, suaranya bergetar ketika meminta maaf kepada ibunya, Meirizka Widjaja, yang kini duduk di kursi terdakwa.
"Maaf ya, Ma... maaf ya, Ma," ucap Ronald Tannur.
Ronald dihadirkan sebagai saksi untuk tiga terdakwa dalam kasus ini, mantan pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar, pengacara Lisa Rachmat, dan ibunya sendiri, Meirizka Widjaja.
Tangis Penyesalan di Ruang Sidang
Suasana haru menyelimuti ruang sidang saat penasihat hukum Meirizka bertanya kepada Ronald tentang kedekatannya dengan sang ibu.
"Mungkin dari semua anak-anak Ibu Meirizka, mungkin saya yang paling dekat dengan Ibu Meirizka Widjaja. Kami selalu ke mana-mana berdua," ujar Ronald, suaranya bergetar menahan tangis.
Ronald mengaku hatinya hancur melihat ibunya duduk di kursi pesakitan.
Lebih dari itu, ia menyesal karena tidak menuruti nasihat ibunya, hingga akhirnya terseret dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti.
"Ya hancur (perasaanya) pak, apalagi yang bisa saya katakan. Saya menyesal, jika saya tidak pergi malam itu, jika saya menuruti kata-kata ibu saya, mungkin tidak ada kejadian seperti ini. Kita semua tidak di sini," ucap Ronald.
Setelah panjang lebar, kemudian sambil menahan tangis, Ronald pun meminta maaf kepada ibunya yang duduk bersebelahan dengan tim penasihat hukum.
"Maaf ya Ma, maaf ya Ma," ucap Ronald.
Adapun dalam perkara ini Meirizka Widjaja didakwa telah menyuap Hakim Pengadilan Negeri Surabaya sebesar Rp 4,6 miliar agar anaknya divonis bebas dalam perkara pembunuhan.
Jaksa menyatakan uang yang dikeluarkan Meirizka dalam perkara ini meliputi Rp 1 miliar dan 308 Ribu Dollar Singapura atau setara Rp 3,6 miliar.
"Suap diberikan kepada Hakim Ketua Erintuah Damanik, serta dua hakim anggota, Mangapul dan Heru Hanindyo," ujar jaksa.
Jaksa menjelaskan, kasus ini bermula saat Meirizka menunjuk Lisa Rachmat sebagai penasihat hukum Ronald.
Dalam pertemuan mereka, Lisa meminta Meirizka menyiapkan uang untuk "mengurus" vonis bebas Ronald di PN Surabaya.
Lisa kemudian menemui berbagai pihak, termasuk Zarof Ricar, dan menyerahkan uang kepada tiga hakim. Masing-masing hakim menerima, Erintuah Damanik 38 Ribu Dollar Singapura, Mangapul 36 Ribu Dollar Singapura dan Heru Hanindyo sebesar 36 Ribu Dollar Singapura.
Sisanya 30 Ribu Dollar Singapura disimpan oleh Erintuah Damanik.
"Uang diberikan agar hakim yang memeriksa dan memutus perkara Ronald Tannur dengan tujuan menjatuhkan putusan bebas," jelas Jaksa.
Atas perbuatannya, baik Lisa maupun Meirizka terancam pidana pada Pasal 6 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 18 dan Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Namun, kebebasan Ronald hanya bertahan sebentar. Setelah skandal suap ini mencuat, Mahkamah Agung membatalkan vonis bebasnya melalui putusan kasasi.
Sekilas Kasus Ronald Tannur
Kasus yang menyeret Ronald Tannur terjadi pada 4 Oktober 2023 dini hari.
Kasus penganiayaan yang menyebabkan tewasnya Dini Sera Afriyanti bermula saat Ronald Tannur datang ke tempat karaoke di wilayah Surabaya pada 3 Oktober 2023 malam sekira pukul 21.32 WIB.
Kemudian Ronald Tannur bersama Dini Sera menuju room 7 di tempat karaoke tersebut sambil minum minum keras.
Setelah itu, Rabu, 4 Oktober 2023 pukul 00.10, Ronald Tannur dan Dini bertengkar ketika hendak pulang.
Hingga akhirnya Dini Sera dianiaya hingga meninggal dunia.
Kemudian, polisi pun memproses perkara tersebut hingga masuk pengadilan.
Tapi, pada Rabu (24/7/2024) Ronald Tannur divonis bebas hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Kebebasan Ronald Tannur tak berlangsung lama, Mahkamah Agung (MA) pun memutus Perkara nomor: 1466/K/Pid/2024 dengan terdakwa Ronald Tannur.
Dalam putusan kasasi yang diketuai Soesilo dan hakim anggota Ainal Mardhiah dan Sutarjo dinyatakan Ronald Tannur bersalah dan dihukum 5 tahun penjara.
Putusan tersebut dibacakan pada Selasa, 22 Oktober 2024.
Dalam putusan kasasi, Ronald Tannur terbukti melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP.
Pasal 351 KUHP mengatur tentang tindak pidana penganiayaan biasa, yaitu penganiayaan yang tidak termasuk penganiayaan berat dan penganiayaan ringan.
Ayat 3 dalam pasal 351 berbunyi: Penganiayaan yang menyebabkan kematian, dihukum dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Ronald Tannur ditangkap di Surabaya, Jawa Timur.(Tribunnews/Fahmi/ Apfia Tioconny Billy/Malau)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.