Senin, 6 Oktober 2025

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

Jaksa Sebut Hasto Peroleh Info KPK Bakal Lakukan OTT, lalu Suruh Harun Masiku Rendam HP dan Kabur

Jaksa menyebut Hasto mengetahui bocoran informasi soal KPK melakukan OTT. Sehingga, menyuruh Harun Masiku merendam ponselnya dan kabur.

Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha
SEKJEN PDIP HASTO - Penampakan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Jumat (14/3/2025). Ia menyebut perkara yang tengah dihadapi merupakan kriminalisasi politik. Jaksa menyebut Hasto mengetahui bocoran informasi soal KPK melakukan OTT. Sehingga, menyuruh Harun Masiku merendam ponselnya dan kabur.   

TRIBUNNEWS.COM - Jaksa menyebut Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto memperoleh informasi bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) dengan tersangka Harun Masiku pada 8 Januari 2020 lalu.

Hal ini disampaikan jaksa saat membacakan dakwaan perintangan penyidikan Hasto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Jumat (14/3/2025).

Mulanya, jaksa menuturkan bahwa KPK melakukan OTT terhadap Wahyu Setiawan yang ketika itu menjabat sebagai Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Bandara Soekarno Hatta.

Penangkapan tersebut karena Wahyu disebut menerima suap untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR lewat PAW untuk periode 2019-2024.

Namun, di saat yang bersamaan, jaksa mengatakan Hasto mengetahui bahwa Wahyu terjaring OTT KPK sekitar pukul 18.19 WIB.

Pada momen itulah, Hasto memerintahkan Harun Masiku agar merendam ponselnya dan kabur.

"Kemudian terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya ke dalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu di kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK," kata jaksa.

Setelah adanya perintah tersebut, Nurhasan bertemu dengan Harun Masiku di Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta Pusat, sekira pukul 18.35 WIB.

Selanjutnya, KPK disebut tidak bisa melacak handphone Harun Masiku pada pukul 18.52 WIB.

Lantas, penyidik KPK pun memantau keberadaan Harun Masiku lewat ponsel milik Nurhasan dan terpantau berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

"Petugas KPK memantau keberadaan Harun Masiku melalui update posisi telepon genggam milik Nurhasan yang terpantau pada jam 20.00 WIB bersama dengan Harun Masiku berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dan pada saat itu bersamaan dengan Kusnadi selaku orang kepercayaan terdakwa juga terpantau berada di PTIK."

Baca juga: Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Bawa 17 Pengacara Hadapi Sidang Perdana, Siapa Saja?

"Kemudian, petugas KPK mendatangi PTIK namun tidka berhasil menemukan Harun Masiku," kata jaksa.

Hasto: Saya Tahanan Politik

Sebelumnya, setibanya Hasto di ruang sidang, dirinya sempat menyampaikan beberapa hal terkait kasus yang menjeratnya.

Menurutnya, dirinya adalah korban kriminalisasi sehingga ditetapkan menjadi tersangka.

Hasto menganggap hal tersebut membuatnya sebagai tahanan politik alih-alih tahanan korupsi.

"Bahwa apa yang terjadi adalah suatu bentuk kriminalisasi hukum karena kepentingan kekuasaan di luarnya. Saya adalah tahanan politik," ujarnya.

Hasto juga menyebut bahwa seluruh dakwaan yang ditujukan kepadanya dari jaksa adalah produk daur ulang terhadap putusan hukum sebelumnya yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Dia mengungkapkan ada manipulasi fakta hukum yang tertuang dalam dakwaan jaksa tersebut.

"Setidaknya minimum ada 20 keterangan yang sengaja dibuat berbeda antara dakwaan dengan keterangan saksi dan putusan pengadilan yang sudah inkrah," tegasnya.

Hasto juga turut mengomentari pelimpahan berkas perkara dari KPK ke Kejaksaan yang dinilai terlalu dipaksakan.

Pasalnya, dia menyebut ada saksi meringankan yang tidak pernah diperiksa oleh penyidik KPK.

"Proses P21 di KPK rata-rata 120 hari. Tetapi saya sengaja dikebut hanya kurang lebih dua minggu, mengapa? sebab untuk menggugurkan praperadilan kedua," kata Hasto.

Dia juga mengungkapkan bahwa memproses kembali perkara yang sudah inkrah justru menciptakan ketidakpastian hukum dan bertentangan dengan fakta-fakta hukum yang sudah diputuskan sebelumnya.

"Inilah muatan kriminalisasi politik," tegasnya.

Baca juga: Makna di Balik Megawati Kumpulkan Anggota Komisi III DPR RI, PDIP Akan Bela Mati-matian Hasto?

Hasto kembali menegaskan bahwa ditersangkakannya dirinya akibat adanya penyalahgunaan wewenang atau abuse of power.

Dia mengatakan akan menghadapinya dengan kepala tegak dan mulut tersenyum.

"Jadi mohon doanya. Saya akan menghadapi semuanya dengan kepala tegak dan mulut tersenyum," ujarnya.

Hasto ditetapkan sebagai tersangka atas dua kasus tindak pidana korupsi.

Pertama, kasus dugaan suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk kepentingan penetapan PAW anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku (buron).

Dan kedua, Hasto juga dijerat pasal perintangan penyidikan dalam kasus yang sama.

Dirinya juga sudah berupaya lepas dari status tersangka kasus dugaan Harun Masiku dengan mengajukan gugatan praperadilan sebanyak dua kali ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Namun, keduanya berujung kandas.

Pada gugatan pertama, hakim menolak praperadilan Hasto karena seharusnya permohonan dibuat terpisah lantaran Hasto dijerat dalam dua kasus perbeda yaitu dugaan suap dan dugaan perintangan penyidikan.

Sementara, dalam gugatan praperadilan kedua, alasan hakim tidak mengabulkan karena berkas perkara Hasto sudah dilimpahkan ke pengadilan.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved