Sabtu, 4 Oktober 2025

Akademisi Soroti Kriminalisasi pada RUU Perkoperasian, Usulkan Sanksi yang Lebih Proporsional

Forkopi menggelar konsinyering mengenai penyusunan RUU Perkoperasian bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Jakarta.

Dok Forkopi
RUU PERKOPERASIAN - Konsinyering mengenai penyusunan RUU Perkoperasian bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Sky Ballroom, Hotel Aston, Jakarta Selatan, Kamis (6/3/2025). Akademisi mengkritisi adanya sanksi pidana penjara dalam RUU Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 

Dengan mengutamakan sanksi administratif atau denda, regulasi ini diharapkan dapat lebih adil dan sesuai dengan prinsip hukum pidana modern.

Hal senada juga disampaikan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Rena Yulia, yang juga mengkritisi dan memberikan sejumlah rekomendasi terkait ketentuan pidana dalam RUU Perkoperasian.

Rena menekankan pentingnya perumusan tindak pidana yang jelas dan proporsional, agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Rumusan ketentuan pidana harus memenuhi unsur yang tepat, termasuk subjek hukum yang jelas, perbuatan yang dilarang, serta ancaman pidana yang sesuai. Jika tidak dirumuskan dengan baik, hal ini bisa menimbulkan ketidakadilan serta menghambat perkembangan koperasi di Indonesia," ujar Prof. Rena.

Dalam kajiannya, Rena menyoroti bahwa hukum pidana dalam undang-undang administratif seharusnya hanya bersifat sebagai pengaman norma administratif.

 Ini berarti larangan atau kewajiban utama harus diatur dalam norma administratif, sementara ancaman pidana hanya menjadi alat untuk menegakkan norma tersebut.

"Hukum pidana tidak boleh digunakan secara berlebihan dalam regulasi administratif. Seharusnya, pidana hanya digunakan untuk menegakkan aturan yang benar-benar penting dan berpotensi menimbulkan kerugian signifikan jika dilanggar," jelasnya.

Anggota Baleg F-Golkar, Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga memberikan tanggapan atas paparan dua akademisi tersebut.

Dia menyoroti aturan pemberian pinjaman kepada non-anggota koperasi. Ia mengusulkan agar ada kejelasan terkait waktu penerimaan sebagai anggota koperasi saat mengajukan pinjaman.

"Pemberian pinjaman kepada non-anggota tidak boleh berlarut-larut. Sebaiknya, mereka langsung diberikan status anggota atau diberikan kartu anggota/kartu kredit saat itu juga untuk menghindari ketidakjelasan status," usul Umbu.

Sementara itu, Ketua Presidium Forkopi Andy Arslan Djunaid menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong perubahan keempat RUU Perkoperasian supaya bisa segera dibahas dan disahkan menjadi undang-undang yang baru.

"Karena sudah 33 tahun undang-undang yang lama dan itu sudah tidak mengakomodir kepentingan dari koperasi pada saat ini," katanya.

Menurutnya, berbagai upaya dari Forkopi sudah dilakukan termasuk diskusi dengan banyak pihak, RDPU dengan Baleg DPR RI, termasuk harmonisasi dengan beberapa pihak diantaranya pemerintah.

"Pada intinya kami berharap suara kami ini untuk bisa didengar. Hari ini bisa melihat anggota Forkopi dari Pontianak, Makassar, Yogyakarta, Lampung, Samarinda, ini luar biasa kami semua pejuang koperasi berharap kepentingan kami bisa didengar dan diakomodir supaya kami bisa bersama- sama pemerintah mengembangkan koperasi sesuai keinginan presiden Prabowo yang juga sangat peduli Koperasi," harapnya.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved