Sabtu, 4 Oktober 2025

Kasus Korupsi Minyak Mentah

Rumah Bos Pertamina Shipping di Bintaro Sunyi Senyap, Ada Dua Perempuan Cantik Muncul

Sebanyak sembilan tersangka diduga terlibat, dengan enam orang berasal dari anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dan tiga orang dari pihak swasta.

Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda
RUMAH YOKI FIRNANDI - Suasana rumah Direktur Utama PT Pertamina International Shipping (PIS) Yoki Firnandi (YF), tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode tahun 2018-2023 di Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (27/2/2025). Yoki tinggal di pemukiman elite, namun rumahnya sepi aktivitas setelah dirinya ditahan Kejaksaan Agung. 

​Laporan khusus tim Tribunnews.com

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Rumah mewah berkelir putih berlantai tiga tampak sunyi senyap saat Tribun berkunjung, Kamis(27/2/2025). Hanya ada sebuah mobil jenis SUV dan sepeda motor terparkir di depan rumah yang menandakan ada penghuni.

Baca juga: Hitung-hitungan Celios: Rakyat Indonesia Dirugikan Rp 47,6 Miliar Per Hari oleh Pertamax Oplosan

Rumah yang terletak di kawasan elit Graha Taman Bintaro Jaya, Pondok Aren, Tangerang Selatan tersebut merupakan milik Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi.

Yoki ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.

Kasus besar ini diduga merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun, dan melibatkan pejabat beberapa pejabat anak usaha PT Pertamina dan sejumlah pihak swasta.

Ketika menyambangi rumah Yoki, Tribun disambut penjagaan ketat. Tiga orang petugas keamanan langsung menginterogasi. "Mau kemana pak," tanya petugas tersebut.

Setelah Tribun menyebutkan maksud kedatangannya, salah satu petugas keamanan kemudian berkoordinasi melalui telepon dengan petugas jaga di kediaman Yoki. Tak lama setelah itu petugas pun meminta kartu identitas untuk ditukar dengan kartu akses masuk.

Baca juga: Massa Buruh Desak Kejagung Hukum Seumur Hidup Pengoplos Pertamax di Kasus Korupsi Minyak Mentah

Tribun kemudian dipersilakan masuk ke dalam area kompleks perumahan. Suasana perumahan ini begitu tenang dan asri karena banyak pepohonan hijau dengan rumah-rumah berlantai dua yang memanjang, menuntun langkah menuju rumah mewah Yoki yang satu-satunya berlantai tiga.

Tribun kemudian bertemu dengan seorang petugas jaga saat tiba persis di depan pagar rumah Yoki. Petugas jaga itu mengungkapkan bahwa setelah kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah mencuat, rumah Yoki sepi dari aktivitas keluarga.

"Semenjak kasus itu, sudah tidak ada orang di rumah," katanya.

Pria tersebut juga mengaku baru ditugaskan untuk menjaga rumah tersebut dan tidak mengetahui secara pasti tentang kasus yang menimpa Yoki.

"Yoki dan keluarga baru dua tahun tinggal di sini," ujarnya.

Tak lama setelah itu, dua perempuan cantik keluar dari dalam rumah mewah Yoki Firnandi dan berbincang sebentar di halaman.

Baca juga: Viral Warga Antre di Shell setelah Ramai Korupsi Pertamax di Pertamina, Pengamat: Hilang Kepercayaan

Saat Tribun mengkonfirmasi, petugas jaga menegaskan bahwa keduanya adalah karyawan Pertamina, bukan anggota keluarga Yoki.

"Bukan (istrinya), itu orang Pertamina," katanya.

Dari sumber lain, Tribun mendapat informasi bahwa ketika Yoki Firnandi ditetapkan sebagai tersangka, sang istri sedang berada di Sumatera untuk urusan pekerjaan di Pertamina. Sehingga, ia tidak mengetahui perihal status suaminya yang telah menjadi tersangka.

"Ibu sedang kegiatan Pertamina di Sumatera, jadi pas bapak kena kasus nggak tahu," ujar sumber tersebut.

Kejaksaan Agung membongkar kasus dugaan mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) antara 2018-2023.

Salah satu modus operandi kasus korupsi ini yakni pengoplosan Pertalite (RON 90) menjadi Pertamax (RON 92) untuk dijual dengan harga lebih tinggi, dan terindikasi melanggar regulasi yang ada.

Skandal mega korupsi ini menyebabkan kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun.

Baca juga: 400 Masyarakat Mengadu Alami Kerugian Dampak Pertamax Oplosan ke LBH Jakarta

"Modus termasuk yang saya katakan RON 90 (Pertalite), tetapi dibayar (harga) RON 92 (Pertamax) kemudian diblending, dioplos, dicampur," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Selasa (25/2/2025).

Sebanyak sembilan tersangka diduga terlibat, dengan enam orang berasal dari anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dan tiga orang dari pihak swasta.

Enam orang dari pihak Pertamina yakni Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; dan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi.

Lalu, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.

Sementara, tiga orang dari pihak swasta yakni Beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza; Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.  

Tujuh tersangka telah ditahan Kejagung, sementara dua tersangka dari PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya dan Edward Corne, baru bisa ditahan usai dijemput paksa karena mangkir dari panggilan pemeriksaan Kejagung.

Baca juga: Akui Turut Terkejut atas Kasus Korupsi Pertamax, Komisi VI DPR Bakal Panggil Pertamina 

Dalam kasus mega korupsi ini, tersangka Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International, diduga melakukan korupsi dengan cara menggelembungkan atau mark up biaya kontrak shipping (pengiriman) pengadaan impor minyak bumi dan produk minyak sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13 sampai 15 persen.

Beneficial owner atau pemilik PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza, mendapat keuntungan. alias cuan dari kegiatan tersebut.

"Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Indeks Pasar) BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar dalam konferensi pers, Senin (24/2/2025).

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved