Selasa, 7 Oktober 2025

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

Akademisi Soroti KPK, Ingatkan Hukum Harus Bebas dari Kepentingan Politik

KPK diminta bebas dari beberapa kasus yang mencerminkan adanya kepentingan lain di balik penegakan hukum.

Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
GEDUNG KPK - Foto Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada Kav. 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. KPK diminta bebas dari beberapa kasus yang mencerminkan adanya kepentingan lain di balik penegakan hukum. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen Ilmu Hukum Universitas Soegijapranata sekaligus pendiri Jateng Corruption Watch, Benediktus Danang Setianto menyoroti kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani perkara.

Dia menyebut, seharusnya KPK bebas dari beberapa kasus yang mencerminkan adanya kepentingan lain di balik penegakan hukum.

“KPK didirikan pada 2002 dengan harapan menjadi lembaga luar biasa untuk memberantas korupsi yang juga luar biasa. Sayangnya, dalam perkembangannya, semakin ke sini KPK justru semakin kehilangan profesionalitasnya,” kata Benediktus, Rabu (12/2/2025).

Dia pun menyoroti kasus pungutan liar (pungli) di rumah tahanan KPK yang hanya diselesaikan dengan permintaan maaf massal serta pertemuan antara komisioner KPK dan tersangka korupsi. 

Menurutnya, kejadian-kejadian tersebut menurunkan kredibilitas antirasuah tersebut. Padahal, KPK seharusnya menjadi lembaga terdepan dalam garda pemberantasan korupsi.

Benedictus juga menyinggung kasus Harun Masiku yang hingga kini masih belum terselesaikan. 

“Beberapa kali penyidik KPK menyatakan bahwa mereka sudah mengetahui keberadaan Harun Masiku, tapi mengapa tidak segera ditangkap? Ini aneh, karena seharusnya jika sudah tahu, langsung ditindak, bukan sekadar diumumkan ke publik,” tegasnya.

Lebih lanjut, dia turut mengkritik langkah KPK yang kembali memanggil tokoh-tokoh politik dari partai tertentu dengan pertanyaan yang sama seperti pemeriksaan sebelumnya. 

“Ini semakin menegaskan bahwa kasus ini sudah bergeser dari ranah hukum ke ranah politik. Jika benar ada ‘tawaran’ dari petugas KPK seperti yang disampaikan Agustina Tio, maka ini semakin membuktikan adanya kepentingan lain di dalam tubuh KPK,” jelasnya.

Benedictus pun mendesak agar KPK kembali ke jalur profesionalitas dan tidak digunakan sebagai alat politik. 

Gugatan Agustiani Tio

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Mantan Anggota Bawaslu RI yang juga terpidana kasus korupsi suap Harun Masiku, Agustiani Tio Fridelina menggugat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rossa Purbo Bekti secara perdata ke Pengadilan Negeri Bogor, Jawa Barat, pada Selasa (11/2/2025)

Gugatan ke PN Bogor didaftarkan tim kuasa hukum yang dipimpin Army Mulyanto yang didampingi oleh suami Agustiani Tio, Adrial Wilde.

Army mengatakan gugatan perdata dilayangkan karena Agustiani Tio ditawarkan gratifikasi hukum oleh tergugat, yakni Rossa Purbo Bekti ketika ibu rumah tangga itu berstatus sebagai saksi di KPK.

"Penggugat mengalami atau Ibu Tio mengalami bentuk gratifikasi hukum dan juga intimidasi yang dilakukan oleh tergugat, ya, ini Bapak Rossa Purbo Bekti. Antara lain, Pak Rossa menyuruh Ibu Tio untuk mengganti kuasa hukum karena pada saat itu, kuasa hukum yang mendampingi adalah dari kader PD Perjuangan, artinya saya dan rekan-rekan diminta untuk diganti karena memang saya kader dari Partai PD Perjuangan," kata dia.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved