Kecelakaan Maut di Gerbang Tol Ciawi
Laka Maut di Gerbang Tol Ciawi, Pengamat Soroti Pembiaran Truk ODOL yang Kerap Picu Kecelakaan
Pembiaran terhadap truk over dimension over loading (ODOL) menyebabkan sejumlah kecelakaan maut di Indonesia, aturan perlu dipertegas.
Penulis:
Wahyu Gilang Putranto
Editor:
Febri Prasetyo
Kecelakaan beruntun di Tol Cipularang ini melibatkan sebuah truk ODOL mogok berat yang diduga mengalami rem blong sehingga menabrak 19 unit kendaraan lain yang terdiri dari mobil dan mini bus.
Kejadian ini terjadi di jalan menurun dalam kondisi diguyur hujan dan mengakibatkan 1 orang meninggal dunia serta 27 orang luka-luka akibat terhimpit kendaraan yang ringsek.
Kecelakaan tersebut melibatkan lima kendaraan yang terdiri dari satu truk, satu bus, satu angkutan travel, dan dua mobil pribadi.
Kecelakaan terjadi akibat truk dalam kondisi ODOL tidak kuat menanjak dan mundur ke belakang menghantam kendaraan di belakangnya.
Truk kontainer ODOL tidak mampu berhenti karena rem blong ketika melaju di Jalan S. Parman Banjarmasin dengan kontur jalan yang menurun.
Akibatnya, tiga unit mobil dan dua sepeda motor yang berada di depan truk menjadi ringsek terkena hantaman. Sejumlah pengendara pun mengalami luka-luka dan telah dibawa ke rumah sakit. Tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan ini.
Baca juga: Imbas Kecelakaan di Gerbang Tol Ciawi, Pemerintah Didesak Ganti Sistem Pembayaran Tol Jadi Nirsentuh
"Berdasarkan catatan di atas menunjukkan bahwa kecelakaan yang terjadi akibat truk ODOL setidaknya ada tiga penyebabnya, yakni kendaraan sudah tidak laik karena sudah berubah kondisi aslinya menjadi ODOL, pengemudi tidak laik bekerja karena sudah kelelahan, dan kondisi jalan yang tidak laik," ungkap Tigor.
Ketiga penyebab inilah yang dikatakan Tigor sering menjadi penyebab kecelakaan truk ODOL dan bertambah dengan kasus di pintu tol Ciawi.
"Akibat dari kecelakaan akibat truk ODOL dampaknya sangat buruk, jatuh korban jiwa meninggal dunia dan luka luka serta jalan rusak. Data sementara di atas saja sudah terlihat betapa korban jiwa sangat banyak," tekannya.
Padahal, lanjut Tigor, peraturan melarang modifikasi atau merubah kendaraan bermotor itu sudah termuat dalam pasal 277 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan:
"Setiap orang yang memasukkan Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi kendaraan bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)."
Menurut Tigor, tujuan merubah atau memodifikasi kendaraan bermotor itu dilakukan pemiliknya untuk menambah dimensi dan menambah kapasitas angkut kendaraan yang bersangkutan.
"Modifikasi ini akhirnya sudah tidak sesuai standar pabrikan menjadi ODOL. Kondisi over dimensi dan over loading ini biasa kita lihat pada kendaraan alat angkutan barang seperti truk yang kondisinya diubah menjadi lebih panjang atau juga lebih lebar untuk menambah daya angkut di luar standar aslinya," ungkap Tigor.
Jika ini dilakukan, lanjut Tigor, maka kendaraan truk tersebut menjadi tidak laik jalan lagi untuk digunakan dan mengganggu bahkan membahayakan terjadi kecelakaan lalu lintas di jalan raya.
Tigor juga mengutip data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bahwa kerugian kerusakan jalan akibat kondisi over dimensi dan over loading truk-truk adalah sebesar Rp 43 triliun per tahun.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.