Jumat, 3 Oktober 2025

Jokowi dan Keluarga

Setelah Jokowi Masuk Daftar Pemimpin Terkorup Versi OCCRP

Sejumlah tanggapan pro-kontra mewarnai linimasa setelah Jokowi masuk dalam daftar tokoh terkorup versi OCCRP.

Tangkap layar akun Youtube Setpres
Presiden Joko Widodo saat mengikuti Zikir dan Doa Kebangsaan 79 Tahun Indonesia Merdeka, 1 Agustus 2024. 

Aries mengingatkan LSM Asing sebagai bagian dari demokrasi untuk tetap menghormati kedaulatan Indonesia.

Ia meminta LSM Asing agar kembali pada asas hukum internasional Omnis indemnatus pro innoxio legibus habetur, yaitu setiap orang yang belum pernah terbukti bersalah oleh peradilan yang adil haruslah dianggap tidak bersalah secara hukum.

"Menominasikan Presiden ke-7 RI sebagai tokoh kejahatan terorganisasi dan korupsi 2024 tanpa bukti permulaan yang cukup adalah kejahatan fitnah yang merusak nama baik orang lain."

"Sehingga, publikasi OCCRP itu jelas bertentangan dengan Pasal 19 ayat (3) Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil & Politik (ICCPR), yang sudah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005," pungkas Albert.

OCCRP Mencoreng Kredibilitasnya Sendiri

Sementara itu pengamat politik yang juga pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R. Haidar Alwi, mengungkapkan segala bentuk tindak kejahatan tidak bisa dibuktikan lewat jajak pendapat.

Ia menegaskan pembuktian tindak kejahatan hanya bisa dilakukan lewat sidang di pengadilan.

"Pembuktian kejahatan atau pelanggaran hukum adalah melalui persidangan di pengadilan. Bukan melalui polling atau jajak pendapat," tegas Haidar, Rabu.

Menurutnya, hingga saat ini belum ada putusan pengadilan yang memvonis Jokowi telah melakukan tindak korupsi.

Tuduhan kejahatan terorganisasi dalam pilpres untuk memenangkan salah satu paslon juga tidak terbukti di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Jika metodologinya benar, seharusnya dewan juri OCCRP tidak meloloskan usulan nama Jokowi."

"Sebab, bagaimana bisa memasukkan nama seseorang ke dalam daftar tersebut sementara tidak ada satu pun putusan pengadilan yang memvonisnya bersalah atas kejahatan yang dituduhkan? Jelas sekali ini merupakan suatu kesalahan yang nyata," urai dia.

Oleh karena itu, predikat yang disematkan OCCRP terhadap Jokowi hanyalah usulan yang tidak berdasar dari para pemegang hak suara dalam polling atau jajak pendapat.

Akibatnya, ujar Haidar, dapat merusak reputasi dan nama baik Jokowi di mata masyarakat Indonesia bahkan dunia.

"OCCRP harus meralat rilisnya dan meminta maaf kepada Jokowi."

"Jika tidak, OCCRP yang berisi para jurnalis investigasi sama saja dengan mencoreng kredibilitasnya sendiri," tukasnya.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Seno Tri Sulistiyono, Faryyanida Putwiliani, Deni Setiawan, Pravitri Retno Widyastuti)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved