Tarif PPN Naik 12 Persen, Benarkah Sektor Industri Lokal Terancam Kolaps?
Tarif PPN naik 12 persen, seperti apa langkah pemerintah menjaga stabilitas ekonomi di tengah ancaman inflasi dan penurunan daya beli?
TRIBUNNEWS.COM - Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang dimulai tahun depan dikhawatirkan akan memicu efek domino.
Sejumlah pengamat ekonomi menilai kebijakan ini bakal berdampak pada konsumsi masyarakat menengah ke bawah, sektor industri, hingga UMKM, yang berisiko memperlambat roda perekonomian nasional pasca-pandemi.
Lonjakan harga barang dan jasa akibat kenaikan PPN diyakini akan menekan daya beli masyarakat.
Tekanan ini kian membesar akibat kebutuhan pokok yang sebelumnya sudah terkena inflasi juga ikut mengalami kenaikan harga. Akibatnya, konsumsi rumah tangga yang menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional berisiko terkontraksi.
Di sisi lain, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen juga menyulitkan UMKM dalam menyesuaikan margin keuntungan di tengah keterbatasannya dalam mengubah harga jual.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, terkait dengan daya beli masyarakat, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan bahwa kenaikan harga akibat PPN cenderung tidak berdampak signifikan.
“Kenaikan PPN menjadi 12 persen kemungkinan besar tidak akan berdampak signifikan pada daya beli masyarakat secara keseluruhan. Karena pertama, skema tarif progresif hanya ditargetkan pada barang dan jasa mewah. Kedua, pemerintah juga berupaya memberikan insentif dan subsidi yang mengimbangi dampak kenaikan PPN,” jelas Josua kepada Tribunnews saat diwawancarai pada Senin (23/12/2024).
Dikatakan Joshua, pemerintah telah menyiapkan “Paket Stimulus Ekonomi” berupa subsidi bahan pokok, bantuan sosial (bansos), dan pengurangan pajak bagi UMKM tetap diberikan.
“Perlu diingat, sebagian besar kenaikan PPN hanya diterapkan pada barang mewah, seperti daging wagyu, pendidikan internasional, dan layanan kesehatan VIP,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Josua, inflasi inti diproyeksikan tetap rendah karena pengendalian harga bahan pangan dan barang strategis, serta kebijakan fiskal yang mendukung daya beli.
Baca juga: PPN 12 Persen Berlaku 2025 dengan Skema Multitarif, UU HPP jadi Dasar Kebijakan
Dampak PPN pada sektor industri
Selain memengaruhi konsumsi masyarakat, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen juga disebut akan memperlambat pertumbuhan sektor industri barang dan jasa.
Kalangan pengusaha yang bergerak di bidang pusat perbelanjaan mengaku kebijakan tersebut dapat memengaruhi performa pusat perbelanjaan yang selama ini merupakan tulang punggung sektor ritel.
Tekanan serupa juga turut dirasakan oleh sektor padat karya, seperti industri tekstil, garmen, dan alas kaki. Permintaan ekspor yang melemah akibat ketidakpastian ekonomi global diperkirakan akan menurunkan volume produksi.
Kondisi ini makin diperparah dengan perilaku konsumen dalam negeri yang cenderung beralih ke produk impor. Apabila kondisi ini terus berlanjut, dikhawatirkan pengurangan tenaga kerja akan kembali bergulir dan jumlah pengangguran di Indonesia pun akan meningkat.
Niat Ojol hingga Nelayan Batalkan PPN 12 Persen Gagal, Ditolak MK dengan Alasan Keuangan Negara |
![]() |
---|
Pajak Pusat vs Pajak Daerah: Ini Peran Penting Keduanya untuk Pembangunan Jakarta |
![]() |
---|
Pemerintah Putuskan Transaksi Kripto Bebas PPN Mulai 1 Agustus 2025, Ini Respons Indodax |
![]() |
---|
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Sebut PPN Hingga BPHTB untuk Rumah Subsidi Kini 0 Persen |
![]() |
---|
Bambang Patijaya Dorong Reformasi PPN Intermediate untuk Perkuat Daya Saing Ekspor |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.