Minggu, 5 Oktober 2025

PPN 12 Persen

Niat Ojol hingga Nelayan Batalkan PPN 12 Persen Gagal, Ditolak MK dengan Alasan Keuangan Negara

MK menilai dalil itu merupakan perubahan atas pengaturan tarif PPN sebesar 10 persen yang sejak terbitnya UU 8/1983 belum pernah mengalami perubahan.

Editor: Erik S
Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow
TOLAK PENGUJIAN UU- Permohonan yang menguji Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permohonan yang menguji Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Pemohon atas pengujian ini meminta agar MK menolak kenaikan PPN 12 persen. 

“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” bunyi Putusan MK Nomor 11/PUU-XXIII/2025 dikutip dari situs resmi MK, Senin (18/8/2025).

Baca juga: Hakim MK Enny Nurbaningsih Minta Pemerintah Perjelas Rumusan Pajak Dalam UU HPP

Pemohon mempersoalkan penentuan kenaikan tarif 12 persen sebagaimana norma Pasal 7 ayat (1) huruf b dalam Pasal 4 angka 2 UU 7/2021. Menurut mereka itu menimbulkan ketidakkonsistenan antarperaturan.

Mahkamah menilai dalil itu merupakan perubahan atas pengaturan tarif PPN sebesar 10 persen yang sejak terbitnya UU 8/1983 belum pernah mengalami perubahan.

Perubahan demikian disebut Mahkamah perlu dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan negara dari penerimaan pajak yang terus meningkat. 

Para pemohon juga menyoroti ihwal pasal yang mereka uji secara efektif membuka peluang penerapan tarif PPN sampai 15 persen.

Sebagai informasi, berdasarkan keterangan pers Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), para pemohon tergabung dari berbagai kalangan, yakni:

Penyandang disabilitas, perempuan pengemudi ojek online (ojol), mahasiswa, perempuan nelayan, hingga pelaku UMKM.

Terhadap peluang penerapan tarif hingga 15 persen, Mahkamah menegaskan, pengenaan tarif PPN dari 5 persen hingga 15 persen sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal tersebut merupakan kebijakan fiskal yang fleksibel.

Sehingga memungkinkan pemerintah untuk menyesuaikan tarif tersebut berdasarkan kondisi ekonomi nasional dan kebutuhan fiskal negara sepanjang tetap mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat.

Baca juga: PDIP Geram Disudutkan Jadi Inisiator Kenaikan PPN 12 Persen Karena Sempat Pimpin Panja UU HPP

Sementara itu, mengenai penetapan tarif PPN dalam rentang paling rendah 5 persen hingga 15 persen yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, hanya dapat ditentukan oleh pemerintah setelah disampaikan kepada DPR RI untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan RAPBN.

Oleh karena itu, pembentukan peraturan pemerintah sebagai pendelegasian undang-undang dilakukan dengan tetap berada dalam pelaksanaan fungsi konstitusional DPR karena masih dapat dinilai memenuhi prinsip no taxation without representation.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved