Kamis, 2 Oktober 2025

KPK Sita Uang Rp 4,6 Miliar, 100 Perhiasan, Hingga 37 Tas Mewah Terkait Kasus Fasilitas Ekspor LPEI

KPK menyita sejumlah barang bukti dari hasil penggeledahan di wilayah Balikpapan terkait kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor LPEI.

Editor: Adi Suhendi
SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO
Ilustrasi penyidik KPK melakukan penggeladahan. KPK menggeledah sejumlah tempat di Balikpapan, Kalimantan Timur terkait kasus pemberian fasilitas ekspor LPEI pada 31 Juli 2024–2 Agustus 2024. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan pada 31 Juli 2024–2 Agustus 2024 di wilayah Balikpapan, Kalimantan Timur.

Penggeledahan dilakukan terkait pengumpulan alat bukti kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) ke sejumlah perusahaan.

"Bahwa sejak tanggal 31 Juli 2024 sampai dengan 2 Agustus 2024, KPK melakukan serangkaian tindakan penyidikan berupa penggeledahan pada dua rumah dan satu kantor swasta yang berlokasi di Balikpapan, Kalimantan Timur," ucap Jubir KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (5/8/2024).

Dari upaya paksa geledah selama dua hari itu, tim penyidik KPK berhasil menemukan dan menyita sejumlah barang bukti.

Dirincikan yaitu, uang kurang lebih Rp4,6 miliar, enam unit kendaraan, 13 buah logam mulia, sembilan buah jam tangan, 37 tas mewah, kurang lebih 100 perhiasan (cincin, kalung, gelang, anting, liontin), serta barang bukti elektronik (BBE) berupa laptop dan hard disk.

Baca juga: KPK Geledah Kantor di Balikpapan Terkait Kasus Korupsi LPEI

"Semuanya diduga punya keterkaitan dengan perkara yang sedang disidik dan akan terus didalami oleh penyidik," kata Tessa.

Kata Tessa, KPK akan terus berupaya semaksimal mungkin mengembangkan perkara yang saat ini sedang berjalan penyidikannya.

Komisi antikorupsi bakalan meminta pertanggungjawaban pidana terhadap para pihak yang patut untuk dimintakan pertanggungjawabannya.

KPK diketahui telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus ini.

Ketujuh orang itu terdiri dari unsur penyelenggara negara dan pihak swasta.

Baca juga: Kasus Kredit Macet di LPEI, Pengamat: Prioritaskan BUMN Berada di Satu Pintu

“KPK telah menetapkan tujuh orang tersangka yang terdiri dari penyelenggara negara dan swasta terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya, Kamis (1/8/2024).

Kendati demikian, Tessa belum dapat mengungkap identitas tujuh orang yang menyandang status tersangka.

KPK akan menyampaikan hal tersebut saat upaya paksa berupa penahanan terhadap para tersangka.

Namun berdasarkan sumber Tribunnews.com, tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka yaitu, Ngalim Sawego, Direktur Eksekutif LPEI; Dwi Wahyudi, Direktur Pelaksana I LPEI; Basuki Setyadjid, Direktur Pelaksana II LPEI; Arif Setiawan, Direktur Pelaksana IV LPEI; Omar Baginda Pane, Direktur Pelaksana V LPEI; Kukuh Wirawan, Kepala Divisi Pembiayaan I LPEI; dan Hendarto, Pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit.

Tessa menyatakan, KPK juga telah meminta Ditjen Imigrasi mencegah tujuh orang itu bepergian ke luar negeri.

Pelarangan ini dilakukan untuk memastikan ketujuh orang itu berada di Indonesia saat tim penyidik membutuhkan keterangan mereka.

“KPK telah mengeluarkan surat keputusan nomor 981 tahun 2024 tentang larangan bepergian ke luar negeri terhadap tujuh orang warga negara Indonesia. Larangan bepergian ke luar negeri tersebut berlaku selama enam bulan ke depan,” kata Tessa.

KPK mengumumkan penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor dari LPEI ke sejumlah perusahaan, Selasa, 19 Maret 2024.

Penyampaian itu dilakukan satu hari setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan kasus tersebut kepada Kejaksaan Agung (Kejagung), Senin, 18 Maret 2024.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menerangkan, KPK menerima laporan terkait dugaan korupsi tersebut pada 10 Mei 2023.

Selanjutnya, penelaahan dilakukan hingga akhirnya KPK melakukan penyelidikan pada Februari 2024.

"Dan pada hari ini tadi, segenap dari [jajaran] penyelidikan, penyidikan, penuntutan di Kedeputian Penindakan telah memaparkan kepada pimpinan, maka pada tanggal 19 Maret 2024 ini KPK meningkatkan proses penyelidikan dari dugaan penyimpangan atau tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit dari LPEI ini menjadi berstatus penyidikan," ucap Ghufron dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2024).

Mengacu pada Pasal 50 Undang-undang (UU) KPK, Ghufron meminta Kejagung untuk menghentikan pengusutan kasus tersebut.

"Berkaitan dengan konsekuensinya apa, nanti bisa dilihat juga di Pasal 50 UU KPK bahwa ketika KPK melakukan penyidikan, maka APH [Aparat Penegak Hukum] lain diharapkan [segera menghentikan]," tutur Ghufron membacakan poin Pasal 50 UU KPK.

Dalam perkara ini, KPK menemukan dugaan terjadi penyimpangan yang dilakukan komite pembiayaan di LPEI dalam penyaluran kredit ekspor. Negara ditengarai rugi Rp766 miliar.

KPK menduga salah satu perusahaan yang terlibat berinisial PT PE.

Perusahaan yang bergerak di distribusi bahan bakar minyak itu diduga menerima pinjaman sebesar 22 juta dolar Amerika Serikat (AS) dan Rp600 miliar pada periode 2015–2017.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved