Sabtu, 4 Oktober 2025

Kecelakaan Maut di Puncak

Keluarga Korban Kecelakaan Alami Trauma Mental, Kapan Bisa Sembuh?

Ada beragam reaksi emosional muncul ketika keluarga mendengar salah satu anggota keluarganya mengalami kecelakaan ataupun pada saat melihat kondisi.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Kerabat menangis saat jenazah korban kecelekaan bus pariwisata di Desa Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, tiba di rumah duka di Depok, Jawa Barat, Minggu (12/5/2024). Lalu, bagaimana dampak psikologis bagi keluarga korban dan korban kecelakaan itu sendiri? 

Terkadang, apa yang mereka alami akan mereka ingat dan menjadi suatu kejadian traumatis yang tidak ingin diingat Kembali (traumatic effect of accidents).

Keluarga merupakan kelompok yang rentan untuk mengalami kerapuhan atau masalah psikologis saat anggota keluarga lain yang terdekat mengalami kecelakaan naas.

Dukungan tersebut bisa menjadi salah satu hal yang dapat memperkuat mekanisme koping yang digunakan oleh keluarga dalam menghadapi situasi krisis sehingga diharapkan keluarga dapat melalui peristiwa tersebut dan tidak mengalami trauma di kemudian hari.

Psikologis Korban Kecelakaan

Kondisi fisik pasien dan kehilangan anggota keluarga dapat menjadi dampak traumatis dari suatu kecelakaan.

Peristiwa traumatis tidak hanya dapat menyebabkan cedera fisik tetapi juga dapat mempengaruhi pasien secara psikologis, menyebabkan gejala stres traumatis akut.

Kondisi ini dikenal sebagai gangguan stres akut atau acute stress rection (ASR) dengan gejala atau reaksi berupa kesulitan tidur atau menyelesaikan aktivitas sederhana sehari-hari.

"Terbangun dengan mimpi buruk, atau merasa cemas bahwa seseorang akan menyerang , "kata seorang pekerja sosial Jennifer M. Schofield seperti dikutip dari Mayo Clinic.

Pasien akan mengalami trauma sekitar dua hari hingga satu bulan setelah kejadian tersebut.

Kondisi ini dapat terjadi akibat peristiwa yang dialami, disaksikan, atau bahkan didengar pasien secara langsung dari anggota keluarga atau teman dekat yang menjadi korban.

Hal ini terutama berlaku untuk orang tua dari pasien trauma anak.

“Tidak ada korelasi antara tingkat keparahan cedera dan potensi seseorang mengalami reaksi stres akut atau bahkan gangguan stres pasca trauma jangka panjang,” kata pakar pediatric Denise B. Klinkner, M.D., M.Ed.

Untuk mengatasi kondisi ini memerlukan dukungan dari orang-orang terdekat, idealnya pula juga membutuhkan perawatan profesional.

Minimal dari keluarga dan teman yang dapat diajak bicara oleh pasien tentang gejala dan trauma yang dialaminya.

Pasien memerlukan konseling untuk membantu memproses trauma, mengatasi gejala tertentu, dan mempelajari strategi penanggulangannya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved