Senin, 6 Oktober 2025

Firli Bahuri Terjerat Kasus Korupsi

Sidang Praperadilan Firli Bahuri Masuk Agenda Pemeriksaan Ahli, Pakar Hukum Beri Keterangan

Prof Suparji mengungkapkan bahwa alat bukti Polda Metro Jaya tersebut tidak memenuhi unsur kualitatif dan kausalitas, hanya memenuhi unsur kuantitatif

Tribunnews.com/Ashri Fadilla
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nonaktif, Firli Bahuri kembali memenuhi panggilan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan kepada eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada Rabu (6/12/2023). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang praperadilan yang diajukan oleh Ketua KPK Nonaktif, Firli Bahuri, beragendakan keterangan ahli digelar pada Kamis 14 Desember 2023

Salah satu ahli adalah Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Prof Suparji Ahmad.

Dalam persidangan terungkap bahwa Termohon, dalam hal ini Polda Metro Jaya, menggunakan empat alat bukti dalam menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka, yaitu saksi, surat, pendapat ahli dan petunjuk.

Namun demikian, Prof Suparji mengungkapkan bahwa alat bukti Polda Metro Jaya tersebut tidak memenuhi unsur kualitatif dan kausalitas, hanya memenuhi unsur kuantitatif.

“Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014, yang pada pokoknya menyatakan alat bukti harus bersifat kuantitatif dan kualitatif,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Jumat 15 Desember 2023.

Suparji menjelaskan, secara prosedural, dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka dengan menerapkan Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Tipikor, maka harus ada saksi dan surat yang menunjukkan serta membuktikan adanya mens rea dan actus rea pemenuhan unsur-unsur pasal tersebut.

“Dalam hal tindak pidana pemerasan, secara prosedural penetapan tersangka harus didukung adanya saksi dan surat yang membuktikan adanya perbuatan memaksa seseorang, yaitu suatu perbuatan yang sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa takut pada orang lain,” ujarnya.

Suparji mengatakan, selama seseorang yang dipaksa belum memenuhi apa yang dikehendaki oleh oknum Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara tersebut, maka Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang dimaksud tidak dapat dinyatakan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e UU Tipikor.

“Tindak pidana ini baru dianggap selesai dilakukan oleh pelaku jika orang yang dipaksa menyerahkan sesuatu itu telah kehilangan penguasaan atas sesuatu yang bersangkutan, maka dengan ditolaknya pungutan yang dilakukan oleh pegawai negeri tersebut,” katanya.

Di samping itu, Suparji mengungkapkan, prosedur penetapan tersangka untuk tindak pidana suap, harus ada alat bukti yang membuktikan adanya meeting of minds antara pemberi dan penerima suap untuk menerima hadiah dan janji.

“Meeting of minds merupakan nama lain dari konsensus atau hal yang bersifat transaksional untuk menerima hadiah atau janji yang diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya,” ungkapnya.

Sedangkan pada tindak pidana gratifikasi, Suparji menjelaskan, secara prosedural juga harus ada alat bukti yang menunjukkan adanya penerimaan hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, yang diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

“Pada akhirnya, secara prosedural, penetapan tersangka yang tidak memenuhi alat bukti yang berkualitas dan berkausalitas, yaitu tidak ada alat berupa saksi-saksi atau surat-surat yang menunjukkan dan membuktikan kapan, di mana, oleh siapa, kepada siapa adanya perbuatan seseorang memeras, menyuap dan menerima gratifikasi, dapat dibatalkan melalui mekanisme praperadilan,” ujarnya.

Ditetapkan Tersangka

Sebagaimana diketahui, Polisi telah menetapkan Ketua KPK, Firli Bahuri sebagai tersangka di kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK ke eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Penetapan tersangka ini setelah penyidik melakukan gelar perkara setelah melakukan langkah-langkah dalam proses penyidikan.

"Telah dilaksanakan gelar perkara dengan hasil ditemukan nya bukti yang cukup untuk menetapkan saudara FB selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Rabu (22/11/2023) malam.

Adapun Firli terbukti melakukan pemerasan dalam kasus korupsi di Kementerian Pertanian.

"Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya, terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian RI 2020-2023," jelasnya.

Adapun dalam kasus ini pasal yang dipersangkakan yakni Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.

"Dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar," ungkap Ade.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved