Jumat, 3 Oktober 2025

Pilpres 2024

Hakim Konstitusi Saldi Isra: Saya Khawatir Kepercayaan Publik Runtuh

Saldi Isra lantas membeberkan perbedaan pendapat atau dissenting opinion yang dipahaminya terkait putusan ini.

Tribunnews/JEPRIMA
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kanan) berbincang dengan Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) disela-sela memimpin sidang permohonan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (16/10/2023). Mahkamah Konstitusi menolak gugatan batas usia capres-cawapres menjadi minimal 35 tahun dengan dua hakim yang berbeda pendapat atau dissenting opinion yakni Suhartoyo dan Guntur Hamzah. Tribunnews/Jeprima 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Konstitusi Saldi Isra memiliki pandangan atau pendapat berbeda dalam putusan gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait dengan batas usia capres-cawapres minimal 40 tahun atau berpengalaman menjadi kepala daerah.

Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian gugatan itu.

Saldi Isra lantas membeberkan perbedaan pendapat atau dissenting opinion yang dipahaminya terkait putusan ini.

Saldi mengaku merasa khawatir putusan MK yang itu bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi MK.

"Jika pendekatan dalam memutus perkara sejenis seperti ini terus dilakukan, saya sangat, sangat, sangat cemas dan khawatir Mahkamah justru sedang menjebak dirinya sendiri dalam pusaran politik dalam memutus berbagai political questions yang pada akhirnya akan meruntuhkan kepercayaan dan legitimasi publik terhadap Mahkamah. Quo vadis Mahkamah Konstitusi?" ucap Saldi dalam persidangan di ruang sidang MK RI, Senin (16/10/2023).

Menurut Saldi, persyaratan usia minimum pejabat negara, termasuk syarat usia minimum sebagai calon wakil presiden dan wakil presiden, sebagaimana diajukan dalam permohonan a quo dapat dikatakan menjadi bagian dalam doktrin political question.

Harusnya perkara itu, kata dia ditangani pada tanah politik pemerintahan, dalam hal ini Presiden dan DPR selaku pembentuk undang-undang.

"Sebaliknya, permasalahan atau pertanyaan tersebut seyogianya ditangani oleh cabang kekuasaan yang berwenang, seperti eksekutif atau legislatif," tutur dia.

Lebih lanjut, kata dia, MK juga seringkali memberikan pertimbangan opened legal policy terhadap permasalahan yang tidak diatur secara eksplisit di dalam konstitusi.

Sehingga, kata dia, seharusnya perkara yang demikian diserahkan kepada pembentuk undang-undang untuk menentukannya, dan bukan diputuskan oleh MK.

"Hal ini sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan penghormatan kepada pembentuk undang-undang dalam konteks pemisahan kekuasaan negara," ucap dia.

Oleh sebab itu, dalam perkara mengenai batas usia capres dan cawapres tersebut, MK seharusnya berpegang teguh pada opened legal policy.

"Sayangnya, hal yang sederhana dan sudah terlihat dengan jelas sifat opened legal policy-nya ini, justru diambil alih dan dijadikan beban politik Mahkamah untuk memutusnya," tukas dia.

Diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Amar putusan mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian" kata Ketua MK Anwar Usman dalam ruang sidang MK, Jakarta Senin (16/10/2023).

Hal ini berarti kepala daerah berusia 40 tahun atau pernah dan sedang menjadi kepala daerah, meski belum berusia 40 tahun, dapat maju menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres)

Dalam pertimbangannya MK melihat bata usia tidak diatur secara tegas dalam UUD 1945.

MK juga menegaskan, dalam batas penalaran yang wajar, setiap warga negara memiliki hak pilih dan seharusnya juga hak untuk dipilih.

Termasuk hak untuk dipilih dalam pemilu presiden dan wakil presiden.

“Pandangan demikian ini tidak salah, sesuai logika hukum dan tidak bertentangan dengan konstitusi, bahkan juga sejalan dengan pendapat sebagian kalangan yang berkembang di masyarakat,” ujar hakim Guntur Hamzah dalam ruang sidang.

Putusan sidang ini segera berlaku mulai dari Pemilu 2024 dan seterusnya.

Gugatan MK soal batas minimal usia capres dan cawapres diajukan oleh beberapa pihak. Pada perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 diajukan oleh kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek Prayudi, yang meminta batas usia minimum capres-cawapres dikembalikan ke 35 tahun.

Dalam beberapa kesempatan teranyar, partai politik bernomor urut 15 itu kerap hadir dan akrab dalam acara-acara Koalisi Indonesia Maju yang digawangi Partai Gerindra, partai besutan Prabowo.

Pada perkara nomor 51/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Garuda, "pengalaman sebagai penyelenggara negara" diminta dapat menjadi syarat alternatif selain usia minimum 40 tahun.

Sementara itu, pada perkara nomor 55/PUU-XXI/2023, duo kader Gerindra, yakni Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, mengajukan petitum yang sama dengan Partai Garuda.

Selain itu, MK juga akan memutus perkara sejenis pada perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Almas Tsaqibbirru, 91/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Arkaan Wahyu, 92/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Melisa Mylitiachristi Tarandung, serta 105/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Soefianto Soetono dan Imam Hermanda.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved