Pemilu 2024
Fahri Hamzah Sebut Sistem Pemilu Tertutup Berbahaya, Ini Alasannya
Mahkamah Konstitusi (MK) menjadwalkan untuk menyampaikan putusan mengenai gugatan sistem proporsional pemilu pada Kamis (15/6/2023).
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menjadwalkan untuk menyampaikan putusan mengenai gugatan sistem proporsional pemilu pada Kamis (15/6/2023).
Putusan ini paling ditunggu oleh berbagai pihak, apakah pelaksanaan Pemilu 2024 tetap sistem pemilu terbuka, diubah menjadi tertutup atau ada alternatif lain.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah berharap para Hakim yang mulia di MK memutuskan pemilu tetap menggunakan sistem proporsional terbuka, bukan tertutup.
Sebab dalam demokrasi apabila itu menyangkut kepentingan umum dan terkait dengan masyarakat banyak maka semakin terbuka artinya akan semakin demokratis.
"Kami berharap MK akan meneruskan tradisi demokrasi dan tradisi masyarakat demokrasi, serta tradisi pemilu demokratis atau demokrasi dalam pemilu. Karena sesungguhnya, kalau kita bicara tradisi demokrasi, maka tradisinya adalah masyarakat terbuka dan pemilu terbuka," kata Fahri Hamzah dalam keterangannya, Selasa (13/6/2023).
Baca juga: Jelang Sidang Putusan Sistem Pemilu, Ray Rangkuti: Kalau Tertutup yang Dirugikan Publik
Menurut Fahri, bangsa ini tidak bisa kembali lagi ke belakang menganut paham tertutup, yakni paham otoriter dan paham masyarakat tertutup.
Karena Indonesia sudah membuka diri sebagai negara demokratis dan hasilnya luar biasa bagi kemajuan umum, kecerdasan umum serta menumbukan kesadaran bahwa semuanya bertanggungjawab terhadap perbaikan bangsa Indonesia ke depan.
"Jangan lagi kita menyerahkan urusan umum, urusan publik kepada segelintir orang elite Indonesia. Tetapi harus diserahkan kepada seluruh rakyat Indonesia, agar semua berpartisipasi bagi kebaikan bersama," ucapnya.
Wakil Ketua DPR RI Periode 2014-2019 ini menganggap sistem proporsional tertutup, apalagi dalam pemilihan anggota Legialatif akan sangat membahayakan demokrasi.
Pasalnya, partai akan menjadi pemegang kontrol penuh terhadap kadernya yang duduk di DPR RI maupun DPRD Kabupaten/Kota, bukan lagi rakyat.
"Sistem tertutup itu berbahaya karena kontrol pimpinan partai kepada anggota dewan akan makin kencang. Dalam sistem proporsional tertutup, siapapun yang menjadi anggota dewan akan ditentukan penuh oleh mekanisme partai yakni dipilih oleh ketua umum," ujar Fahri.
Jika rakyat hanya memilih partai politik saja, kata Fahri, maka siapapun yang dipilih partai untuk menjadi anggota dewan, kontrol akan dilakukan oleh partai politik secara menyeluruh.
“Maka anggota dewan bisa disuruh diam, tidak perlu dengar rakyat. Kamu diam, dengerin ketua umum. Karena nyawamu di ketua umum, nyawamu di sekjen, maka kamu diam. Saya bilang diam kamu diam," ucapnya.
Berbeda jika sistem proporsional terbuka, dimana dalam pemilu rakyat akan memilih secara langsung individu-individu calon anggota legislatif.
Pemilu 2024
Dilaporkan Terkait Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024, KPU Disebut Langgar Lima Pasal Peraturan DKPP |
---|
Ketua KPU Klaim Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024 Tak Menyalahi Aturan dan Telah Diaudit BPK |
---|
KPU Akui Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024, Klaim Demi Efektivitas Pengawasan |
---|
Komisi II DPR RI Ungkap Pernah Ingatkan KPU Soal Penggunaan Private Jet: Tidak Pantas Itu |
---|
Komisi II DPR Minta KPU Kooperatif Terkait Dugaan Penyalahgunaan Private Jet |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.