Kamis, 2 Oktober 2025

Pemilu 2024

Pegiat Pemilu: Sebagai Lembaga Independen, KPU Tidak Boleh Tunduk kepada DPR

Wahidah menjelaskan hasil RDP hanya bersifat konsultatif dan bukan keputusan yang mengikat, sehingga KPU dinilai masih bisa melakukan revisi.

Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow
Pegiat pemilu Wahidah Suaib yang tergabung dalam organisasi Maju Perempuan Indonesia (MPI) bersama Koalisi Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegiat pemilu Wahidah Suaib yang tergabung dalam organisasi Maju Perempuan Indonesia (MPI) menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI selaku lembaga independen untuk tidak tunduk pada siapapun, termasuk DPR.

Hal ini menyusul langkah KPU yang tak kunjung merevisi PKPU 10/2023 Pasal 8 Ayat 2 usai melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) RI, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Rai beberapa waktu lalu.

Diketahui hasil dari RDP tersebut menghasilkan kesepakatan di mana DPR sepakat untuk tidak merevisi PKPU yang dinilai oleh koalisi masyarakat berpolemik dan mencederai keterwakilan perempuan dalam pemilu.

"KPU kan lembaga yang mandiri ya, Pasal 22 e UUD 45 kan mengatakan bahwa penyelenggara pemilu dilakukan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, terbuka, dan mandiri," kata Wahidah ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Senin (5/6/2023).

"Nah sekarang kpu apakah akan mengikuti tunduk pada DPR atau tunduk pada UU? Sebagai lembaga mandiri kan sebaiknya tunduk pada UU ya tidak tunduk pada DPR," tambahnya.

Wahidah menjelaskan hasil RDP hanya bersifat konsultatif dan bukan keputusan yang mengikat, sehingga KPU dinilai masih bisa melakukan revisi terhadap PKPU 10/2023).

Baca juga: Tidak Tepati Janji Revisi PKPU 10/2023, Hadar Nafis Gumay Sebut KPU Lakukan Pembohongan Publik

"Terlebih konsultasi kepada DPR keputusannya tidak mengikat. Putusan MK menyebutkan tidak mengikat. Jadi sebenarnya pilihannya jelas," tuturnya.

Sebagai informasi, 17 April 2023 KPU telah menetapkan PKPU No 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Salah satu klausul dalam PKPU tersebut, yaitu Pasal 8 ayat (2) huruf b, mengatur:

Dalam hal penghitungan 30 persen (tiga puluh persen) jumlah Bakal Calon perempuan di setiap Dapil
menghasilkan angka pecahan maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai:

a. kurang dari 50 (lima puluh), hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau
b. 50 (lima puluh) atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.

Pengaturan tersebut lalu diikuti dengan penerbitan Keputusan KPU No. 352 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pengajuan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, yang lebih rinci mendetailkan implementasi dari ketentuan Pasal 8 Ayat 2 PKPU 10/2023 tersebut.

Dalam PKPU Pasal 8 Ayat 2 PKPU 10/2023, pembulatan keterwakilan perempuan dihitung secara matematika. Apabila lebih dari 0,5 maka dibulatkan ke atas. Sedangkan apabila kurang dari 0,5 dibulatkan ke bawah.

Contohnya, apabila di sebuah dapil terdapat delapan alokasi kursi, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 2,4.

Dari angka itu, karena angka di belakang desimal kurang dari 5, maka berlaku pembulatan ke bawah. Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total 8 caleg di dapil itu cukup hanya 2 orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved